Cari Blog Ini

Sabtu, 11 Desember 2010

GAMBAR : HAKIKAT & HUKUMNYA

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Alloh Ta’ala, sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan dan qudwah kita Muhammad bin Abdillah, segenap keluarga dan shahabat beliau serta orang-orang yang selalu istiqomah dan komitmen terhadap jejak dan jalan beliau sampai hari kiamat.

Dan sungguh Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam beberapa sabda beliau, baik yang tertulis dalam Sunan, Musnad dan ash-Shihah yang menunjukkan diharamkannya gambar makhluk yang bernyawa, baik berwujud manusia atau selainnya. Sehingga kita dianjurkan dan diperintahkan untuk memusnahkan gambar-gambar tersebut bahkan para tukang gambarnya mendapatkan laknat dan mereka termasuk seberat-berat manusia yang akan mendapatkan siksa pada hari kiamat kelak.

Namun gambar dalam pengertian pada kitab-kitab hadits tersebut, adalah gambar dalam makna melukis dengan tangan, sehingga gambar dalam makna fotografi yang berkembang saat ini, menjadi hal yang diperselisihkan.

Dan untuk lebih jelasnya, dalam rubik ini akan kami paparkan permasalahan ini secara terperinci berkaitan tentang hakikat dan hukum gambar yang sebenarnya (yang diharamkan dan yang diperbolehkan) berdasarkan dalil-dalil yang shohih berikut pendapat sebagian Ulama tentang masalah ini. Insya Alloh .

HAKIKAT GAMBAR

Pada hakikatnya menggambar itu terbagi menjadi dua bentuk:
Gambar dengan tangan (melukis), yaitu seseorang dengan keahlian tangan dan inspirasinya menggambar atau melukis dengan memakai alat-alat lukis, baik yang dilukisnya itu dalam bentuk makhluk hidup yang bernyawa ataupun selainnya.
Gambar dengan alat ( fotografi/kamera ), yaitu seseorang dengan memakai kecanggihan tehnologi (kamera) memindahkan media yang dinginkan menjadi sebuah gambar, baik media tersebut dalam bentuk makhluk hidup bernyawa atau selainnya.

HUKUM GAMBAR

Sebelum kita bahas tentang hukum gambar sebenarnya dalam timbangan syara’, maka perlu diketahui dan dipahami bahwa gambar berdasarkan hukumnya bisa terbagi menjadi dua bagian.

Gambar yang tidak bernyawa
Seperti gunung, sungai, matahari, bulan dan pepohonan atau benda mati yang lain. Maka yang demikian tidak terlarang menurut mayoritas Ulama, meskipun ada yang berpendapat tidak bolehnya menggambar sesuatu yang berbuah dan tumbuh seperti pohon, tumbuh-tumbuhan dan semacamnya, namun pendapat ini lemah.

Gambar yang bernyawa
Menggambar semacam ini terbagi menjadi dua bentuk:
a. Menggambar dengan tangan (melukis), maka yang seperti ini terlarang dan hukumnya haram. Dan perbuatan yang demikian termasuk salah satu dari dosa-dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang telah memberikan peringatan dan ancaman keras sebagaimana yang terdapat dalam beberapa hadits di bawah ini :
1. Riwayat Ibnu Abbas:
Artinya, “Setiap pelukis berada dalam neraka, dijadikan kepadanya setiap apa yang dilukis/digambar bernyawa dan mengadzabnya dalam neraka Jahannam.” (H.R Muslim).
2. Riwayat Abu Khudzaifah
Bahwa Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang yang makan riba, dan orang yang memberi makan dari riba, dan orang yang bertato, dan yang minta ditato, dan pelukis/tukang gambar.” (H.R Bukhori )
2. Riwayat ‘Aisyah
Bahwa Rosululloh Shollallohu alaihi wa sallam bersabda, “Seberat-berat manusia yang teradzab pada hari kiamat adalah orang-orang yang ingin menyerupai ciptaan Alloh.” ( H.R Bukhori dan Muslim ).
3. Riwayat Abu Huroiroh, beliau mendengar Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Alloh Ta’ala berfirman: Dan siapa yang lebih celaka daripada orang yang menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku, maka hendaklah mereka ciptakan sebutir jagung, biji-bijian dan gandum (pada hari kiamat kelak).” (H.R Bukhori dan Muslim)

Dan menggambar (melukis) yang dimaksud pada beberapa hadits di atas adalah menggambar dengan tangan, yaitu seseorang dengan keahlian dan inspirasinya serta imajinasinya memindahkan sebuah gambar ke dalam kanvas dengan tangannya sampai kemudian sempurna menyerupai ciptaan Alloh Ta’ala, karena dia berusaha memulai sebagaimana Alloh Ta’ala memulai, dan menciptakan sebagaimana Alloh Ta’ala menciptakan. Dan meskipun tidak ada niatan sebagai upaya penyerupaan, namun suatu hukum akan berlaku apabila tergantung atas sifatnya. Maka manakala terdapat sifat, terdapat pula hukum, dan seorang pelukis gambar apabila melukis/menggambar sesuatu maka penyerupaan itu ada (terjadi) walaupun tidak diniatkan. Dan seorang pelukis pada umumnya tidak akan bisa terlepas dari apa yang diniatkan sebagai penyerupaan, dan ketika apa yang digambar itu hasilnya lebih baik dan memuaskan maka seorang pelukis akan bangga dengannya. Dan penyerupaan akan terjadi hanya dengan apa yang dia gambar, baik dikehendakinya atau tidak. Karena itulah ketika seseorang melakukan perbuatan yang menyerupai perbuatan orang lain, maka kita akan berkata: “Sesungguhnya perbuatan ini menyerupai perbuatan itu, walaupun yang melakukan tidak bermaksud menyerupai.“

b. Menggambar dengan menggunakan selain tangan, seperti menggambar dengan kamera (fotografi), yang dengannya sesuatu ciptaan Alloh Ta’ala bisa berubah menjadi sebuah gambar, dan orang yang melakukannya tanpa melakukan sesuatu kecuali mengaktifkan alat kamera tersebut yang kemudian menghasilkan sebuah gambar pada sebuah kertas.
Maka bentuk menggambar semacam ini, di dalamnya terdapat permasalahan diantara para Ulama’, karena yang demikian tidak pernah ada dan terjadi pada jaman Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam, khulafa’ur Rosyidin, dan Ulama terdahulu dari kalangan as-Salaf. Sehinga Ulama setelah mereka berbeda pendapat dalam menyikapinya:

1. Sebagian dari mereka mengatakan tidak boleh, dan hal ini sebagaimana menggambar dengan tangan berdasarkan keumuman lafadz (secara uruf/kebiasaan).
2. Sebagian dari mereka membolehkan, karena secara makna bahwa mengambar dengan memakai alat kamera tidak seperti perbuatan pelukis yang dengannya ada penyerupaan terhadap ciptaan Alloh Ta’ala.

Dan pendapat yang mengatakan diharamkannya menggambar dengan memakai alat kamera lebih berhati-hati, sementara pendapat yang mengatakan halalnya lebih sesuai dengan kaidah yang ada. Akan tetapi mereka yang mengatakan halal ini mensyaratkan agar gambar yang dihasilkan tidak merupakan perkara yang haram seperti gambar wanita (bukan mahrom), atau gambar seseorang dengan maksud untuk digantungkan dalam kamar untuk mengingatnya (sebagai pajangan), atau gambar yang tersimpan dalam album untuk dinikmati dan diingat. Maka yang demikian haram hukumnya karena mengambil gambar dengan alat kamera dan menikmatinya dengan maksud selain untuk dihina dan dilecehkan haram menurut sebagian besar Ulama sebagaimana yang demikian telah dijelaskan dalam as-Sunnah as-Shohihah.
Adapun terhadap gambar (foto) yang digunakan untuk tujuan dan kepentingan tertentu, seperti foto untuk KTP, paspor, STNK, dan kegiatan yang dengannya diminta sebagai bukti kegiatan maka yang demikian tidaklah terlarang.
Sementara foto kenangan, seperti pernikahan, dan acara-acara selainnya yang dengannya untuk dinikmati tanpa ada kepentingan yang jelas maka hukumnya haram. Sebagaimana sabda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam saat menjelaskan bahwa para malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada gambar. Dan bagi siapa saja yang memiliki foto-foto demikian agar memusnahkannya, sehingga kita tidak berdosa lantaran foto-foto tersebut.
Dan tidak ada perbedaan, apakah gambar tersebut memiliki bayangan (berbentuk) atau tidak, sebagaimana tidak ada perbedaan apakah menggambarnya dalam rangka untuk main-main, atau menggambarnya di papan tulis untuk menjelaskan makna sesuatu agar mudah dipahami oleh siswa, dan yang demikian maka seorang guru tidak boleh menggambar di papan tulis gambar manusia ataupun hewan.
Namun dalam keadaan terpaksa, seorang guru boleh menggambar bagian dari tubuh seseorang, seperti kaki kemudian menjelaskannya dan setelah itu menghapusnya, dan kemudian menggambar tangan, atau kepala sebagaimana cara di atas. Maka yang demikian tidak terlarang.

HUKUM MELIHAT GAMBAR

Adapun hukum melihat gambar yang terdapat dalam majalah, koran, televisi (termasuk internet karena pada dasarnya dapat disebut majalah elektronik) secara terperinci sebagai berikut:
1. Gambar Manusia
Jika yang dilihat gambar manusia dengan maksud untuk kenikmatan dan kepuasan maka yang demikian haram hukumnya, dan jika bukan dalam rangka itu yang dengan melihatnya tidak dengan tujuan kepuasaan atau kenikmatan, hati dan syahwatnya tidak tergerak karena hal itu, maka tidak apa-apa. Dan hal inipun dengan syarat terhadap mereka yang halal untuk dilihat, seperti laki-laki melihat laki-laki, dan wanita melihat wanita menurut pendapat yang kuat hal ini tidak terlarang dengan syarat sesuai dengan kebutuhan (seperlunya) alias bukan semata karena menginginkan gambar itu.
Dan jika yang dilihat adalah mereka yang tidak halal untuk dilihat, seperti laki-laki melihat wanita (bukan mahrom), maka hukum tentang hal ini masih samar dan meragukan namun pendapat yang berhati-hati adalah tidak melihatnya karena khawatir terjadi fitnah Sebagaimana sabda Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud Rodhiallohu anhu :“Janganlah seorang wanita tidur bersama dalam satu selimut (bersentuhan tubuh) dengan wanita yang lain sehingga dia membeberkan sifatnya kepada suaminya seolah-olah melihat wanita tersebut.“ (HR.Bukhori ).
Dan membeberkan sifat sesuatu melalui gambar (bentuk tubuh) lebih mengena daripada dengan sekedar membeberkan sifat saja. Dan menjauhi dari setiap perantara fitnah merupakan perkara yang harus dilakukan.

Catatan:
Untuk menghindari kesalahpahaman seakan laki-laki boleh melihat gambar sekalipun gambar wanita asing, maka hal ini perlu dirinci lebih lanjut, yaitu:
Jika yang dilihat adalah wanita tertentu (secara khusus/pribadi karena sudah dikenal atau diidolakan) dengan tujuan menikmati dan untuk kepuasan syahwat, maka hukumnya haram karena ketika itu jiwanya sudah tertarik padanya dan terus memandang, bahkan bisa menimbulkan fitnah besar. Dan jika tidak demikian, dalam artian hanya sekedar melihat tanpa ada perasaan apa-apa (numpang lewat saja) dan tidak membuatnya mengamat-amati, maka pengharaman terhadap hal seperti ini perlu diberi catatan dulu, karena menyamakan melihat sekilas dengan melihat secara hakiki tidaklah tepat karena adanya perbedaan dari keduanya amat besar, akan tetapi sikap yang utama adalah menghindari karena hal itu menuntun seseorang untuk meilihat dan selanjutnya mengamat-amati, kemudian menikmati dengan syahwat, oleh karena itulah Rosululloh melarang hal itu sebagaimana hadits (artinya),
“Janganlah seorang wanita tidur bersama dengan wanita yang lain dalam satu selimut (bersentuhan tubuh) sehingga dia membeberkan sifatnya kepada suaminya seolah-olah melihat wanita tersebut.“ (H.R. Bukhari ).

Sedangkan bila terhadap bukan wanita tertentu (tidak bersifat khusus/pribadi dan pada asalnya tidak mengenalnya), maka tidak apa-apa melihatnya bila tidak khawatir terjerumus ke dalam larangan syari’at.
2. Gambar selain manusia, maka tidak apa-apa melihatnya selama ia tidak bermaksud untuk memilikinya.

PENUTUP

Dari penjelasan di atas, kita berharap permasalahan yang ada menjadi jelas. Semoga Alloh Ta’ala senantiasa memberikan hidayah dan taufiq kepada kita semua. Wallohu a’lam bish showab.



(Dikutip dari Majmû’ Fatâwa Wa Rasâ`il Syaikh Muhammad Bin Sholih al-Utsaimîn.)

BENTUK NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN DALAM ISLAM

BENTUK NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
Islam sebagai agama yang tidak hanya mengurusi urusan ibadah,telah dipraktekan oleh pengikutnya dalam bentuk institusi politik Negara.Semenjak wafatnya Rasulullah SAW,islam tampil dalam bentuk yang nyata sebagai institusi Negara.Dalam banyak hal,bias ditemukan kenyataan-kenyataan sejarah yang menunjuk pada eksitensi Negara,terutama semenjak berdirinya Bani Umayah hingga hancurnya Khilafah Turki Ustmani.
Dari kenyataan yang panjang sejak abad ke-7 hingga abad ke-21 M,ummat islam telah mempraktekan kehidupan politik yang begitu kaya dan beragam yang meliputi bentuk Negara dan system pemerintahan,lebih-lebih sejak terbebasnya dunia islam dari Kolonialisme Barat,dunia islam telah mempraktekan system polotik yang berbeda dengan masa lalunya.Jika dilihat dari kenyataan sejarah,ummat islam telah mempraktekan Negara kesatuan dan federal.Kedua bentuk Negara tersebut hidup dalam konteks sejarah yang berbeda sesuai dengan komdisi yang dihadapinya.
1. NEGARA KESATUAN
Negara kesatuan adalah bentuk Negara dimana wewenang kekuasaan tertinggi dipusatkan dipusat.Kekeuasaan terletak pada pemerintahan pusat dan tidak pada pemerintahan daerah.Pemerintahan pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagaian kekuasaanya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (Negara kesatuan dengan system desentralisasi), tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap berda pada pemerintahan pusat.
Dalam praktik sejarah politik ummat islam,sejak zaman Rasullah SAW hingga al-khulafa al-Rasyidun jelas tampak bahwa islam dipraktekkan didalam ketatanegaraan sebagai Negara kesatuan,dimana kekuasaan terletak pada pemerintahan pusat ,gubernur-gubernur dan panglima-panglima diangkat serta diberhentikan oleh khalifah. Hal ini berlangsung sampai jatuhnya Daulah Umaiyah di Damaskus.Kemudian timbul tiga kerajaan Islam yang tampaknya terpisah satu sama lain yaitu Daulah Abbasiyah di Baghdad, Daulah Umaiyah di Mesir dan Daulah Umaiyah di Andalusia. Meskipun ketiga pemerintahan itu terpisah, tetapi kaum muslimin sebagai ummat dimana saja ia berada, bahasa apa saja yang ia pakai dan kedalam kebangsaan apapun dia termasuk,dia tetap mempunyai hak-hak yang sama sebagai kaum muslimin yang lain.Oleh karena itu walaupun dunia islam pada waktu itu terpercah menjadi tiga pemerintahan akan tetapi kaum muslimin menganggap atau seharusnya menganggap ketiga-tiganya ada diwililayah darul Islam.
Zainal Abidin Ahmad menegasklan bahwa sejak berpuluh-puluh abad yang lalu, islam telah menentukan pendirianya bahwa bentuk Negara islam adalah republic.Khilafah adalah seorang presiden yang dipilih oeh rakyat. Dengan mengutip pendapat Ibnu Rusyd, pemerintah Arab klasik dizaman Islam yang pertama adalah seperti system republic dari Plato, tetapi Muawiyah meruntuhkan susunan yang baik itu, menghapuuskan segala keindahan dengan mencabut seluruh urat akarnya. Kemudian didirikan suatu emerintahan Otokrasi. Akibatnya adalah runtuhnya seluruh sendi asas pemerintahan islam dan berjangkitlah anarki dan kekacauan diseluruh negeri Andalusia.
Negara kessatuan Islam yang berbentuk republik dalam sejarah Islam awal kemudian dirubah oleh Muawiyyah menjadi Negara kesatuan islam yang berbentuk Monarki (kerajaan) dimana kepala Negara tidak lagi dipilih oleh rakyat melainkan berdasarkan keturunan.
Dalam kehidupan kenegaraan sekarang, dua model ketatanegaraan ini oleh ummat Islam dipraktekkan dibeberapa negara. Bentuk Negara kesatuan Ilam yang berbentuk republik telah dipraktekkan oleh Republik Islam Iran yang beraliran Syah dan Republik Islam Pakiistan yang beraliran Sunni.Kedua Negara ini telah menjadi contoh dari Negara kesatuan islam yang berbentuk republik .Sedangkan bentuk Negara Ikesatuan slam yang berbentuk Monarki dipraktekan oleh Arab Saudi, Jordania, Uni Emirat Arab, dan lain-lain diman pergantian kekuasaan tidak ditentukan oleh suara rakyat melainkan oleh keturunan penguasa.
2. NEGARA FEDERAL
Dalam praktek sejarah politik ummat Islam, sejak mulai lahir dizaman nabi sampai dizaman al-Khulafa al-Rasiydun, Dinasti Umaiyyah dan permulaan Abbasiyah, Negara Islam masih berbentu Negara kesatuan. Baik dimasa pemerintahan daerah masih Imarah Khasanah dizaman Nabi dan Khhalifah Abu bakar, maupun sesudah menjadi Iamarah ‘Ammah yang dimulai oleh Khalifah Umar , Negara Islam masih tetap merupakan Negara kesatuan. Tetapi, setelah pemerintahan daerah menjadi Imarah istila; barulah berubah bentuk menjadi Negara Pederasi. Muhammad Kurdi Ali mengatakan bahwa pemerintahan daerah dizaman Khalifah Mansur (Abbasiyah), masih tetap desentralisasi atau daerah otonom-otonom.
Kebetulan dizaman ini muncul suatu daerah yang ingin menjadi suatu Negara , yaitu Negara Andalusia, yang didirikan oleh Abdurrahman bin Mu’awiyah dari bani Umaiyah pada 139H/756M. Namun dinasti Umaiyah masih belum berani melepaskan diri dari wilayah Abbasiyah, yang terbukti dari ppanggilan penguasa negarranya adalah Amir yang berarti kepala Negara bagian .
Baru dizaman Khalifah Harun al-Rasyid (170-193H/789-809M), dimulai rencana pementukan Negara federasi.Dia menghadapi persoalan yang serupa dengan kakeknya, Mnsur, yakni berdirinya Negara Idrisiyah (adarisah) dimaroko pada tahun 177 H.Pada awalnya perestiwa itu disambut dengan kemarahan.Tetapi, kemudian pemerintah sendiri mengadakan rencana pembentukkan Negara-negara bagian, dengan menyetujui berdirina Negara Aglabiyah (Agalibah) di Tunis pada tahun 184 H, yang didirikan oleh Ibrahim bin Aglab.Negara ini berdiri selam satu abad, dari 184 H/ 800 M- 296 H/908M.
Rencana ini dilanjutkan kembali oleh khalifa Ma’mun (128-218H/813-833M). Diperintahkan kepada Wazir yang tercakap, Tahir bin Husen,untuk mendirikan suatu Negara bagian sebagai percobaan (model) di Khurasan dengan nama Thahiriyah dari 205H/820M-259H/872M.
Dalam sejarah muncul dua jenis Negara bagaian, yaitu Imarah Amamah tingkat Istila,yakni Negara-negara bagian yang memiliki status Negara terbatas.Kepala Negara bagian ini dinamakan amir. Dan Imarah Amamah tingkat istimewa, yang memiliki hak-hak Negara yang sangat luas, keluar dan kedalam.Kepala Negara dinamakan sultan.
B. SISTEM PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
Adapun system pemerintahan yang pernah diperaktekan dalam islam,sangat terkait dengan kondisi kontekstual yang dialami oleh masing-masing ummat.Dalam rentang waktu yang sangat panjang sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang, ummat islam pernah mempraktekkan beberapa system pemerintahan yang meliputi system pemerintahan khilafah (Khalifah berdasarkan syurra dan khalifah berdasarkan Monarrki), imamah, monarki dan demokrasi.
1. SISTEM PEMERINTAHAN KHILAFAH
Khilafah adalah pemerintahan islam yang tidak dibatasi oleh wilayah teritorial,sehingga kekhalifahan islam meliputi berbagai suku dan bangsa.Ikatan yang mmempersatukan kekhalifahan adalah islam sebagai agama. Pada intinya, kekhalifahan adalah kepeminpinan umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi SAW.Dalam bahasa Ibn Khaldun, kekhalifahan adalah kepeminpinan umum bagai kaum muslimin diseluruh penjuru dunia untuk menegakkan hokum-hukum syari’at silam dan memikul da’wah islam keseluruh dunia.Menegakkan khalifah adalah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin diseluruh penjuru dunia.Dan menjalankan kewajiban yang demikian itu,sama dengan menjalankan kewajiban yang diwajibkan Allah bagi setiap kaum muslimin.
Berdasarkan Ijma’ Sahabat, wajib hukumnya mendirikan kekhalifahan.Setelah Rasulullah SAW wafat,mereka sepakat untuk mendirikan kekhalifahan untuk Abu Bakar, kemudian Umar, Ustman dan Ali, sesudah masing-masung dari ketiganya wafat. Para sahabat telah bersepakat sepanjang hidup mereka atas kewajiban untuk mendirikan kekhalifahan, meski mereka berbeda pendapat tentang orang yang akan dipilih sebagai khalifah, tetapi mereka tidak berbeda pendapat secara mutlak mengenai berdirinya kekhalifahan. Oleh karena itu, kekhalifahan (khilafah) adalah penegak agama dan sebagai pengatur soal-soal duniawi dipandang dari segi agama.
Jabatan ini merupakan penggati nabi Muhhammad SAW, dengan tugas yang sama, yakni memppertahankan agama dan menjalankan kepemimpinan dunia. Lembaga ini disebut khilafah (kekhalifahan). Orang yang menjalankan tugas itu disebut Khalifah.
2. KHILAFAH BERDASARKAN SYURA
Sistem pemerintahan islam berdasarka syura pernah dipraktekkan pada masa al-Khulafa al-Rasyidun ketika mereka memerintah islam dibeberapa kawasan yang didasarkan pada system musyawarah sebagai paradigm dasar kekuasaan.Abu Bakar Al-Shiddiq, umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib telah menjalankan system pemerintahan yang dilandasi oleh semnagat musyawarah.
Ciri yang menonjol dari system pemerintahan yang mereka jalankan terletak pada mekanisme musyawarah, bukan dengan system keturunan.Tidak ada satupun dari empat khalifah tersebut yang menurunkan kekuasaanya kepada sanak kerabatnya. Musyawarah menjadi jalan yang ditempuh dalam menjalankan kekuasaan sesuai dengan apa yang dijalankan Rasulullah SAW.
3. KHILAFAH MONARKI
Pasca berakhirnya al-Khulafa al-Rasyidun, kekhalifahan dilanjutkan oleh khalifah bani Umaiyah dengan Muawiyah bin Abu Sofyan sebagai khalifah pertama.Sejak saat itulah khilafah Islamiyah yang sudah berdasarkan syura digantikan dengan system keturunan, menjadi Negara kerajaan (monarki) mengikuti system yang diperlakukan di Persia dan Romawi.
Sisrem khilafah monarki disebut oleh Antony Black dengan Khilafah Patrimonial.Patrimonialiisme yang dimaksud disini adalah system pemerintahan yang member hak kepada pemimpin untuk menganggap Negara sebagai miliknya dan bias diwariskan kepada keluarganya (turun temurun) sementara rakyat dipandang sebagai bawahan yang berada dibawah perlindungan dan dukunganya.
Sistem monarki adalah system waris (putra mahkota) dimana singsana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota dari orang tuanya. Sistem monarki juga merupakan system pemerintahan yang menjadikan raja sebagai sentral kekuasan, seorang raja berhak menetapkan aturan bagi rakyatnya .Perkataan raja adalah undang-undang tertinggi yang harus ditaati.Raja memiliki hak khusus yang tidak dimiliki oleh rakyyat,raja memiliki kekebalan terhadap hokum, dan kekuasaan kenegaraanya tak terbatas.
Berubahnya khilafah berdasarkan syura menjadi monarki ini terjadi ketika Muawiyah melantik putranya Yazid sebagai khalifah atas dasar Mughirah bin Syu’bah.Sistem khilafah monarki terus berlanjut hingga kerajaan islam dipegang oleh Turki Ustmani yang timbul di Istambul pada 699 H/ 1299 M yang dipimpin oleh Ustman l yang kemudian dikenal sebagai dinasti Utsmaniyah. Dinasti ini memerintah hingga 1342H/1924M dengan khalifah terakhir Abdul Hamid ll. Tak pelak lagi sejak Dinasji Umaiyyah hingga Dinasti Utsmani, system pemerintahan Islam sudah sangat jauh dari kekhalifahan yang berbasisi syura menjadi khilafah monarki.
4. IMAMAH
Kunci utama Imamah dalam politik syi’ah adalah terletak pada posisi imam. Karena status politik dari para imam adalah bagian yang esensial dalam mazhab Syi’ah Imamiyah.Mereka dianggap penerus yang dari nabi Muhammad SAW dan mereka percaya bahwa setiap penerus harus ditunjuk oleh Allah SWT melalui nabinya.Para Imam dianggap sebagai penerus nabi dan pewaris yang sah dari otoritasnya.Hal ini bukan dikarenakan mereka dari keluarganya ,tetapi karena mereka merupakan orang-orang yang shaleh taat kepada Allah dan mempunyai karakteristik yang menjadi prasyarat untuk mengemban tingkat kepemimpinan politik agama. Demikian juga mereka tidak ditunjuk mmelalui consensus rakyat.
Imamah adalah Institusi yang dilantik secara ilahiyah,hanya Allah yang paling tau kualitas-kualitas yang diperlukan untuk memenuhi tugas ini,oleh karena itu hanya Dia-lah yang mampu menunjuk mereka. Syi’ah menganggap bahwa Imamah seperti kenabian, menjadi keperccayaan yang pundamental, dan ketaatan kepada otoritas imam adalah sebuah kewajiban agama. Meski para Imam tidak menerima wahyu ilahi, namun para imam mempunyai kulitas,tugas, dan otoritas dari nabi. Bimbingan politi dan agama dari mereka dan mereka adalah wali bagi pengikut mereka.
Konsep politik Syi’ah yang berpusat pada Imam (yang kemudian diterjemahkan menjadi wilayat al- afqih) diterjemahkan dalam periode modern dalam bentuk negarra Irean. Iran menjadi penjelmaan politik Syi’ah setelah revolusi Islam Iran tahun 1979 yang dipimpin oleh Imam Khomeini.
5. DEMOKARASI
Kata Demokrasi memiliki berbagai makna. Tetapi pada dunia modern ini penggunaanya mengandung arti kekuasaan tertinggi dalam urusan politik adalah hak rakyat. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan penting pemerintah, atau garis kebijakanaan dibelakang keputusan-keputusan tersebut secara langsung atau tidak langsung, hanya dapat berlangsung jika disetujui secara bebas oleh mayoritas masyarakat dewasa yang berada dalam posisi pemerintahan.
Paling tidak ada tiga mavam bentuk demokrasi yaitu , demokarasi formal, permukaan, dan substantive.
a. Demokrasi Formal
Demokrasi formal ditaandai dengan pemilihan umum yang teratur, bebas, adil, dan kompetitif.Biasanya ditandai dengan tidak digunakanya paksaan secara berlebihan oleh Negara terhadap terhadap masyarakat, ada kebebasan sipil dan politik yang cukup untuk menjamin kompetisi dalam pemilihan umum.
b. Demokrasi Permukaan
Demokarasi Permukaan merupakan demokrasi yang umum ditetapkan di dunia ketiga. Tampak luarnya memang demokrasi tapi sama sekali tidak memiliki substansi demokrasi. Dahulu demokrasi ini lazim terdapat di Amerika latin, Timur tengah, misalnya Presiden Saddam Hussein (Iraq), Hafez al-Assad (Syria), dan Husni Mubarak (Mesir) dimana rezim penguasa tidak menginginkan demokrasi yang sebenarnya.
c. Demokrasi Substantif
Demokarasi macam ini memperluas ide demokarasi diluar mekanisme formal, ia mengintensifkan konsef dengan memasukan penekanan pada kebebasan dan diwakilinya kepentingan melalui forum public yang dipilih dan dengan partisipasi kelompok.

6. MONARKI DAN MONARKI KONSTITUSIONAL
Monarki adalah system pemerintahan yang berbentuk kerajaan, dimana yang berhak menggantikan raja adalah keturunanya. Rakyat tidak memiliki hak untuk mengggatikan kekuasaan. Titah raja harus diikuti oleh rakyatnya , sehingga ada ketundukan peneuh dari rakyat yang diperintahnya.
Tetapi ada bentuk lain dari monarki, yaitu monarki Konstitusional yang secara jelas dalam konstitusinya disebutkan sebagai Negara kerajaan. Maroko dan Jordania adalah contoh nyata dari monarki konsttitusiaonal.



DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Syarif Mujar dan Zada Khamami.Fiqih syasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2008
Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam – Doktrin, Sejarah dan Realitas Empirik (terjemahan), Al Izzah, Bangil, 1997

AKAD-AKAD PEMBIYAYAAN DALAM PERBANKAN SYARI’AH II Kardita Kintabuana Lc., MA. Dewan Syariah Rumah Zakat Indonesia

Sobat Zakat, dalam edisi yang lalu telah dibahas dua akad-akad pembiayaan syariah yang populer dalam sistem perbankan. Berikut ini adalah lanjutannya.
C. Prinsip Jual-Beli (Sale and Purchase)
1. BAI’ AL-MURABAHAH (DEFERRED PAYMENT SALE)
• Pengertian:
Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan harga Rp. 10.000.000 kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp. 750.000 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp. 10.750.000. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.
Bai’ al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-Umm Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-aamir bi asy-syira.
• Landasan Syariah:
1. “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqarah: 275)
2. Dari Suhaib ar-Rumi ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah).
2. BAI’ AS-SALAM (IN FRONT PAYMENT SALE)
• Pengertian:
Dalam pengertian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
• Landasan Syariah:
1. “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya...” (QS. Al-Baqarah: 282)
Dalam kaitan ayat tersebut Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’ as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada Kitab-Nya dan diizinkan-Nya”, ia lalu membaca ayat tersebut.
2. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan salam dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata: “Barangsiapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang diketahui”
• Salam Paralel:
Berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as-salam antara bank dan nasabah dan antara bank dan pemasok atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking and Investment Corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktik salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaan akad salam yang pertama.
3. BAI’ AL-ISTISHNA’ (PURCHASE BY ORDER OR MANUFACTURE)
• Pengertian:
Bai’ al-istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual/Shani’. Shani akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Menurut jumhur fuqaha, bai’ al-istishna’ merupakan suatu jenis khusus dari akad bai’ as-salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai’ al-istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan akad bai’ as-salam.
Landasan Syariah:
Mengingat bai’ al-istishna’ merupakan lanjutan dari bai’ as-salam maka secara umum landasan syariah yang berlaku pada bai’ as-salam juga berlaku pada bai’ al-istishna’.
• Al-Istishna’ Paralel:
Dalam al-istishna’ paralel, penjual membuat akad al-istishna’ dengan subkontraktor untuk membantunya memenuhi kewajiban akad al-istishna’ pertama (antara penjual dan pemesan). Pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor karena akad terjadi antara penjual dan pemesan bukan pemesan denga subkontraktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontraktor.
4. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
A. AL-IJARAH (OPERATIONAL LEASE)
• Pengertian:
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
• Landasan Syariah:
1. “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah: 233).
Yang menjadi dalil dari ayattersebut adalah ungkapan “apabila kamu memberikan pembayaran yang patut”. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing.
2. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”, (HR. Bukhari dan Muslim).
B. AL-IJARAH AL-MUNTAHIA BI AT-TAMLIK (FINANCIAL LEASE WITH PURCHASE OPTION)
• Pengertian:
Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based Services)
A. AL-WAKALAH (DEPUTYSHIP)
• Pengertian:
Al-Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Akad al-wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Agen (wakil) boleh menerima komisi dan boleh juga tidak menerima komisi. Tetapi bila ada komisi atau upah maka adaknya seperti akad ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
• Landasan Syariah:
1. “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya akau adalah orang yang pandaimenjaga lagi berpengalaman”.
Dalam konteks ayat ini, Nabi Yusuf as siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga gudang uang negeri Mesir.
2. “Bahwasanya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti al-harits”. (Malik dalam kitab al-Muwaththa)
3. Ijma para ulama yang bersepakat atas dibolehkannya wakalah.
B. AL-KAFALAH (GUARANTY)
• Pengertian:
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Akad kafalah secara teknis berupa perjanjian bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada seorang kreditor yang memberikan utang kepada seorang debitor, yaitu menjamin bahwa utang debitor akan dilunasi oleh penjamin apabila debitor tidak membayar utangnya. Contoh akad kafalah garansi bank dsb.
• Landasan Syariah:
1. “Penyeru-penyeru itu berseru, ‘Kami kehilangan piala raja dan barangsiapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf: 72)
Kta za’im yang berarti penjamin dalam surat Yusuf tsb adalah gharim, orang yang bertanggung jawab atas pembayaran.
2. Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW mayat seorang laki-laki utk dishalatkan...Rasulullah SAW bertanya: “Apakah dia mempunyai hutang? Sahabat menjawab: “ya sejumlah tiga dinar...Abu Qatadah lalu berkata: “Saya menjamin utangnya ya Rasulullah...” (HR. Bukhari)
C. Al-HAWALAH (TRANSFER SERVICE)
• Pengertian:
Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang ke pada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar hutang.

Kamis, 15 Juli 2010

Hukum “Oral Sex”

Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah
Apa hukum oral seks?
Jawab:
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah menjawab sebagai berikut,
“Adapun isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya.
Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang haramnya hal tersebut –sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”
Dan dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits dan Mujaddid zaman ini, Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany rahimahullah ditanya sebagai berikut:
“Apakah boleh seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya?”
Beliau menjawab:
“Ini adalah perbuatan sebagian binatang, seperti anjing. Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud) seperti turunnya onta, dan menoleh seperti
tolehan srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak. Dan telah dimaklumi pula bahwa nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan tasyabbuh dengan hewan-hewan -sebagai penguat yang telah lalu-, apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim dan keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
Dan salah seorang ulama besar kota Madinah, Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah dalam sebuah rekaman, beliau ditanya sebagai berikut,
“Apa hukum oral seks’?“ Beliau menjawab:
“Ini adalah haram, karena is termasuk tasyabbuh dengan hewan-hewan. Namun banyak di kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film-film porno melalui video atau televisi yang rusak. Seorang lelaki muslim berkewajiban untuk menghormati istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”
Dikutip dari darussalaf.org offline dari majalah An-Nashihah Volume 10 1427H Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah Judul: Hukum Oral Seks
Tiga Nasihat Dan Wasiat Syaikh Abdul Aziz Bin Abdillah Bin Baaz
Minggu, 17 Januari 2010 15:20:56 WIB

TIGA NASIHAT DAN WASIAT SYAIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAAZ



Pembaca,
Untaian nasihat Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz ini diangkat dari Majmu' Fatawa wa Maqalaatun Mutanawwi'ah (3/244-252). Nasihat Syaikh yang panjang ini, kami kutip sebagian.

Yang memotivasi beliau rahimahullah menyampaikan nasihat ini, karena keinginan beliau untuk memberi peringatan kepada kaum Muslimin, sebagai realisasi dari firman Allah k surat adz Dzariyat ayat 55 : Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Juga firman Allah k surat al Maidah ayat 2 : Dan saling tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Pada pembukaan nasihat ini, Syaikh mengingatkan, bahwa hati kita bisa hidup dan sehat hanya dengan dzikrullah, melakukan persiapan untuk menjumpaiNya, istiqomah di atas perintahNya, cinta, takut kepada adzabNya dan mengharapkan kenikmatan di sisiNya. Hidupnya hati, kesehatannya, kecemerlangannya, kekuatannya, dan keteguhannya sesuai dengan kadar keimanannya kepada Allah Azza wa Jalla, kecintaan, kerinduan untuk berjumpa denganNya, serta ketaatannya kepada Allah dan RasulNya.

(Sebaliknya), matinya hati atau sakitnya, kegelapan serta kebingungannya sebanding dengan kadar ketidak tahuannya tentang Allah serta hakNya, jauhnya dari ketaatan kepada Allah dan RasulNya, serta (sesuai dengan) jauhnya ia berpaling dari dzikrullah dan membaca KitabNya. Karena dengan sebab ini, setan mampu menguasai hati manusia, memberikan janji dan angan-angan kosong. Setan menyemaikan benih berbahaya yang akan memberangus kehidupan dan kecemerlangan hati, menjauhkannya dari semua kebaikan, menggiringnya kepada keburukan.

Berikut adalah nasihat Syaikh yang sangat berharga, semoga bermanfaat bagi kita. (Redaksi)

Pertama : Memikirkan Dan Merenungi Tujuan Kita Diciptakan

Allah Azza wa Jalla berfirman, Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras". [Saba’ : 46].

FirmanNya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. [Ali Imran : 190-191].

Allah berfirman : Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa dimintai pertanggung-jawaban). [al Qiyamah : 36]

Artinya, dibiarkan begitu saja, tanpa perintah dan larangan. Tidak diragukan lagi, bahwa setiap muslim menyadari, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menciptakan kita tanpa tujuan, akan tetapi Allah menciptakan agar beribadah hanya kepada Allah, taat kepadaNya dan RasulNya.

Allah berfirman : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. [adz Dzariyaat : 56].

Allah berfirman : Hai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. [al Baqarah : 21]

Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada jin dan manusia dengan sebuah perintah yang menjadi tujuan penciptaan mereka; Allah mengirimkan para rasulNya dan menurunkan kitab-kitabNya untuk menjelaskan hal itu dan mendakwahkannya. Kemudian Allah berfirman : Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [al Bayyinah : 5].

Allah berfirman : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu". [an Nahl : 36]

Allah Azza wa Jalla berfirman : Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukanNya dengan sesuatupun. [an Nisaa` : 36].

FirmanNya : (Al Qur`an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Ilah Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. [Ibrahim : 52].

Maka wajib bagi siapa saja yang hendak menasihati dirinya agar memberikan perhatian lebih kepada tujuan penciptaan dirinya dan lebih memprioritaskannya di atas segalanya. Dan hendaklah waspada, jangan sampai lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, hawa nafsu daripada petunjuk, lebih mentaati nafsu dan setan daripada mentaati ar Rahman. Allah Azza wa Jalla mengingatkan hal itu dengan keras : Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). [an Nazi’at : 37-41].

Kedua : Diantara Yang Aku Wasiatkan Kepada Anda Sekalian Dan Diri Saya Pribadi Yaitu, Hendaklah Tetap Membaca Dan Memperbanyak Membaca Al Qur`an Sambil Mentadabburi, Memahami Dan Memikirkan Makna-Maknanya Yang Bisa Membersihkan Jiwa, Menyadarkan Agar Tidak Mengikuti Hawa Nafsu Dan Setan.

Sesungguhnya Allah menurunkan al Qur`an itu sebagai hidayah, nasihat, pembawa kabar gembira, peringatan, pembimbing, pemandu serta sebagai rahmat bagi seluruh hamba. Orang yang berpegang teguh dengannya dan mengamalkan petunjuknya, maka dia adalah orang yang bahagia dan selamat. Sedangkan yang berpaling darinya, maka dia adalah orang sengsara dan binasa.

Allah Azza wa Jalla berfirman : Sesungguhnya al Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. [al Israa` : 9]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Dan al Qur`an ini diwahyukan kepadaku supaya aku memberi peringatan kepada kalian dengannya dan kepada orang-orang yang sampai (kepadanya) al Qur`an. [al Israa` : 19].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. [Yunus : 57].

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Katakanlah: "Al Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman”. [Fushilat:44].

Dalam hadits yang shahih, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَتَمَسَّكُوا بِهِ ... ثُمَّ قَالَ وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي

"Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Yang pertama, yaitu Kitabullah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka terimalah Kitab Allah ini, dan berpegang teguhlah dengannya … kemudian beliau n mengatakan : “Dan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar hati-hati) dalam urusan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar hati-hati) dalam urusan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah (agar berhati-hati) dalam urusan keluargaku”.[1]

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan dorongan dan memotivasi (agar menerima dan berpegang) kepada Kitabullah. Dan dalam khutbah haji wada, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللَّهِ وَسُنَّتِي

"Aku tinggalkan kepada kalian sesuatu. Kalian tidak akan tersesat, selama kalian berpegang teguh dengannya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baik kalian, yaitu orang yang mempelajari al Qur`an lalu mengajarkannya".[2]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabatnya :

أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ فَيَأْتِيَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ نُحِبُّ ذَلِكَ قَالَ أَفَلَا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمُ أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ وَثَلَاثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنْ الْإِبِلِ

“Siapakah di antara kalian yang ingin pergi ke Buthan (nama tempat di dekat Madinah) atau Aqiq, lalu dia kembali dengan membawa dua unta yang gemuk, sedangkan dia dalam keadaan tidak berdosa dan tidak memutus silaturrahim?” Para sahabat menjawab,”Wahai Rasulullah, semua kami ingin hal itu?” Rasulullah n bersabda,”Tidaklah salah seorang di antara kalian pergi ke masjid lalu membaca dua ayat Kitabullah, itu lebih baik baginya dari dua unta; tiga ayat lebih baik dari tiga unta, empat ayat lebih baik dari empat unta, dan lebih baik dari jumlah yang sama dari unta”. [3]

Semua ini adalah hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan al Qur`an, memotivasi agar membacanya, mempelajari dan mengajarkannya banyak sekali. Yang dimaksud dengan membaca, yaitu (membaca sambil) merenungi dan memahami maknanya, kemudian melakukan apa yang menjadi konsekwensinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : Apakah mereka tidak memperhatikan al Qur`an ataukah hati mereka terkunci. [Muhammad : 24]

Allah Azza wa Jalla berfirman : Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya, dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran. [Shaad : 29].

Saudara-saudaraku, bergegaslah untuk membaca Kitab Rabb kalian, mentadabburi (merenungi dan memperhatikan) maknanya, memanfaatkan waktu dan majlis untuk itu. Al Qur`an al Karim merupakan tali Allah yang kuat, dan jalanNya yang lurus. Orang yang berpegang teguh dengan al Qur`an, dia bisa sampai kepada Allah dan Surga. Dan barangsiapa yang berpaling darinya, dia akan sengsara di dunia dan akhirat.

Waspadalah rahimakumullah terhadap segala yang dapat menghalangi kalian dari Kitabullah dan yang bisa melalaikan kalian dari dzikir, yaitu yang berupa selebaran-selebaran, majalah-majalah atau sejenisnya yang lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya. Jika memang perlu untuk menelaah majalah-majalah atau selebaran-selebaran itu, maka jadwalkan waktu khusus dan lakukanlah seperlunya.

Hendaklah juga menyediakan waktu khusus untuk membaca atau mendengarkan Kitabullah dari orang yang membacanya, untuk mengobati penyakit hati dengannya, supaya terpacu untuk taat kepada khaliqnya, Rabb yang memiliki manfaat, madharat, hak memberi dan hak tidak memberi, tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah.

Di antara hal yang harus dihindari, yaitu mendatangi arena hura-hura, musik, mendengar siaran-siaran yang berbahaya, bergabung dengan majelis obrolan yang tidak jelas dan membicarakan harga diri orang. Dan yang lebih berbahaya dari ini, yaitu datang ke sinema atau yang semisalnya, menyaksikan film-film porno yang membuat hati menjadi sakit, serta menghalangi dzikir dan menghalangi membaca al Qur`an, mendorong untuk berperangai buruk dan hina, serta menanggalkan akhlak terpuji.

Demi Allah, sesungguhnya film-film ini lebih berbahaya daripada alat-alat musik, lebih buruk; dan akibatnya lebih menjijikkan, maka hindarilah ia – rahimakumullah.

Janganlah bergaul dengan mereka, dan janganlah ridha dengan perbuatan mereka yang buruk. Barangsiapa yang mengajak manusia kepadanya, maka dia akan memikul dosanya sendiri ditambah dosa sebesar dosa orang yang tersesat karena tergiur dengan ajakannya. Demikianlah, setiap orang yang mengajak kepada suatu kebathilan atau meninggalkan kebenaran, maka dia akan memikul dosanya ditambah dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya. Dan dalam hal ini, terdapat hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kami memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar membimbing kita dan seluruh kaum Muslimin kepada jalanNya yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha dekat.

Ketiga : Mengangungkan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Gemar Mendengarkannya Dan Antusias Menghadiri Majlis Dzikir (Majelis Ilmu), Tempat Kitabullah Dan Hadits-Hadits Rasulullah Dibacakan.

Sesungguhnya, Sunnah itu bagian dari al Qur`an. Sunnah menjelaskan makna-makna al Qur`an, menjelaskan hukum-hukumnya, memerinci syari’at yang diperintahkan kepada para hamba. Maka wajib bagi setiap muslim untuk mengagungkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, antusias untuk menghafal dan memahaminya sesuai dengan kemampuan. Dan semestinya, juga lebih intensif bergaul dengan para ahli hadits, karena mereka merupakan teman yang tidak akan pernah membuat temannya sengsara.

Allah berfirman : Barangsiapa yang menta'ati Rasul itu (Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ), sesungguhnya ia telah menta'ati Allah. [an Nisaa` : 80].

Allah Azza wa Jalla berfirman : Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya dari kalian, maka tinggalkanlah. [QS al Hasyr : 7].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ

“Jika kalian melewati taman-taman surga, maka lahaplah (nikmatilah) apa yang ada di dalamnya”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya : “Wahai Rasulullah, apa itu taman-taman surga?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Halaqah-halaqah dzikir.”

Para ulama menjelaskan, halaqah-halaqah dzikir, maksudnya adalah majelis-mejelis tempat al Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dibacakan, tempat menjelaskan yang dihalalkan oleh Allah kepada para hamba, dan apa yang diharamkan atas mereka, serta hal yang berkait dengannya, seperti rincian-rincian hukum syari’ah, penjelasan macam-macamnya, dan segala hal yang berkait.

Maka manfaatkanlah waktu untuk menghadiri majelis dzikir, agungkanlah al Qur`an dan hadits, amalkan apa yang engkau pahami dari keduanya, bertanyalah tentang sesuatu yang susah engkau pahami, sehingga engkau bisa mengetahui al haq dengan dalil, sehingga engkau dapat mengamalkannya; dan kalian bisa mengetahui yang bathil berdasarkan dalil, sehingga kalian bisa menghindarinya. Dengan demikian, kalian termasuk orang yang faqih (paham) tentang agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barangsiapa yang dikehendaki baik, maka Allah pahamkan dia tentang din (agama)".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada dalam ajaran kami, maka perbuatan itu tertolak".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Barangsiapa menempuh satu perjalanan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah (masjid) di antara rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah, saling mengajarkan di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, mereka akan diliputi oleh rahmat dan dikeliingi oleh para malaikat, serta Allah memuji mereka di hadapan para malaikat yang ada di dekatNya. Orang yang diperlambat oleh amalnya (untuk mencapai derajat tinggi atau kebahagiaan), maka garis keturunannya tidak akan bisa mempercepatnya".

Hanya kepada Allah kita memohon. Semoga Allah menunjukan kami dan kalian kepada yang diridhaiNya. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita semua kepahaman dalam masalah din dan kekuatan untuk melaksanakan hak Rabb semesta alam. Semoga Allah menolong agamaNya dan meninggikan kalimatNya. Dan semoga Allah melindungi kami dan kalian dari fitnah yang menyesatkan dan tipu daya setan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar do’a dan Maha Mudah mengabulkan do’a.
Washallahu ‘ala nabiyina Muhammad wa ‘alihi wa sallam.

[Diangkat dari Majmu Fatawa wa Maqalaatun Mutanawwi'ah (3/244-252)]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun VIII/1424H/2004M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Sabtu, 24 April 2010

PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM SEJAK ZAMAN PURBAKALA HINGGA SAAT INI. ZAMAN PURBAKALA

1. MASA YUNANI
a. Masa pra sokrates (± 500 S.M)
Dimulai dengan masa pra-Socrates (disebut demikian oleh karena para filsuf pada masa itu tidak dipengaruhi oleh filsuf besar socrates).boleh dikatakan filsafat hukum belun berkembang,alasan utama karena para filsuf masa ini memutuskan perhatianya kepada alam semesta,yaitu yang menjadi masalah bagi mereka tentang bagaimana terjadinya alam semesta ini.Mereka berusaha mencari apa yang menjadi inti alam.Filsuf Thales yang hidup pada tahun 624 – 548 S.M. mengemukakan bahwa alam semesta terjadi dari air. Anaximandros mengatakan bahwa inti alam itu adalah suatu jat yang tidak tentu sifat-sifatnya yang disebut to apeiron.Anaxsimenes berpendapaat sumber dari alam semesta adalah uadara.Sedangkan Pitagoras yang hidup sekitar 532 S.M.bilangan sebagai dasar segala-galanya.
Filsuf lainya yang memberikan perhatian kepada terjadinya alam adalah Heraklitos,ia mengatakan bahwa alam semesta ini terjadi dari api.Dia mengemukakan suatu slogan yang terkenal hingga saat ini,yaitu Pantarei yang berarti semua mengalir.Ini berarti bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak henti-hentinya berubah.
Dari sekian sekian filsuf alam tersebut diatas .Pitagoras menyinggung sepintas tentang salah satu isi alam semesta.Tiap manusia itu memiliki jiwa yang selalu berada dalam peroses Katharsis,yaitu pembersihan diri.setiap kali jiwa memasuki tubuh manusia ,maka manusia harus melakukan pembersihan diri agar jiwa tadi dapat masuk kedalam kebahagiaan.Jika dinilai tidak cukup untuk melakukan katharis jiwa itu akan memasuki lagi tubuh manusia yang lain.pandangan Pitagoras diatas penting dalam kaitanya dengan mulai disinggungnya manusia sebagai objek filsafat.Sebab sebagaimana telah disinggung dimuka,hanya dengan kaitan manusia ini,pembicaraan akan sampai kepada hukum.
Beberapa penulis sejarah filsafat hukum mengungkapakan bahwa Socrateslah yang pertama-tama memberikan perhatian sepenuhnya kepada manusia .Ia berfilsafat tentang manusia sampai kepada segala seginya.Diperkirakan filsafat hukum lahir pada masa ini,kemudian mencapai puncakanya melalui tangan para filsuf besar lainya.hanya dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa perkembangan filsafat hukum pada kedua masa tersebut agak berbeda dengan situasi lingkungan yang menyebabanya.
Kaum Sofis yang lahir apada abad lima dan permulaan abad keempat sebelum Masehi menekankan perbedaan antara alam (Phisis)dan konvensi (nomos) .Hukum mereka masukkan kedalam kategori terakhir karena menurutnya hukum adalah hasil karya cipta manusia (Hukum invention) dan menjustifikasi (membenarkan) kepatuhan terhadap hukum sjauh memajukan keuntungan bagi yang bersangkutan.Pada masa ini masalah filsafat hukum yang penting untuk pertama kalinya dirumuskan meski gagasan tentang hukum keadilan,agama,kebiasaan,dan moralitas untuk sebagian besar tidak didefenisikan.Mulai ada usaha-usaha untuk merumuskan hukum dalam defenisi formal.Alcibiades (Xenophon, Memorabilis 1,2)mengatakan pada Pericles bahwa tidak ada seorangpun yang patut menerima pujian kecuali jika ia mengetahui apa suatu (aturan) hukum itu.Pericles menjawab bahwa aturan hukum adalah apa yang disetujui dan diputuskan (enacted) oleh mayoritas dalam dewan.Kepatuhan yang diperoleh hanya dengan paksaan (Compulsion) kekuatan saja dan bukan hukum,sekalipun aturan hukum itu diperlakukan oleh kekuasaan yang sah (Souvereign power) dalam negara.
b. Masa Socrates, Plato dan Aristoteles
Socrates (469-399 SM) menurut para penulis filsafat hukum yang mengungkapkan bahwa orang pertama atau peletak dasar pemikiran tentang manusia.Ia berfilsafat tentang manusia sampai kepada segala seginya,sehingga filsafat hukum dimulai pada masa ini,kemudian mencapai puncaknya sesudah socrates.socrates memandang bahwa tugas utama negara adalah mendidik warganya dalam keutamaanya,taat kepada hukum negara baik yang yertulis maupun yang tidak tertulis. Keadilan menjadi jiwa dari pemikiran hukum baik pada Plato (427-347 SM) maupun Aristoteles.Plato percaya bahwa menegakkan keadilan harus menjadi tujuan negara.Karena itu,hukum dan keadilan menempati kedudukan sentral dalam politik.Keadilan dan hukum yang adil itulah yang menjadi titik tolak dan sekali gus tujuan dari karyanya,yaitu Republic.Dalam dialog panjang antara Socrates dengan Glaucon,Polemarchus,Ademantus,Niceratus,dan yang lain.Plato menekankan pentingnya membedakan tindakan yang adil dari tindakan yang tidak adil, manusia yang adil dari manusia yang tidak adil (Plato, 1968:Book One)
Keadilan bagi Plato menjadi penting bukan karena membawa manfaat praktis yang dipahami kaum sofis.Keadilan merupakan keutamaan atau ideal yang bernilai dalam dirinya sendiri.Dengan demikian berbuat adil adalah perbuatan yang baik.Menolak undang-undang yang diskriminatif,dan dengan itu membela keadilan,merupakan tindakan yang baik yang harus dilakukan tanpa harus bertanya apakah subjek mendapat manfaat praktis dari itu atau tidak.Dengan kata lain,keadilan merupakan nilai yang harus dibela tanpa harus dilihat apakah pemembelaan terhadap keadilan secara konkret memberi manfaat bagi pembelanya atau tidak.Singkatnya keadilan pantas untuk dibela karena bertindak adil itu baik,dan sebalikknya tidak baik.Karena dalam dirinya sendiri baik maka keadilan harus menjadi watak manusia.Orang baik adalah orang yang mampu bertindak adil.
Dengan demikian,keadilan merupakan nilai moral yang menentukan kualitas keperibadian manusia.itulah sebabnya negara dimana manusia hidup dan berkembang,menurut Plato juga harus dibangun diiatas pondasi keadilan.Dalam karyanya ,Repulic,Plato menyebut negara idealnya dengan nama “The city of Justtice”.Dalam negara seperti itu setiap masyarakat harus berkontribusi bagi tegaknya republik keadilan dengan menjalankan tugasnyan masing-masing secara konsekuen dan dengan penuh disiplin .Plato lalu membagi masyarakat kedalam tiga kelompok: (1) Pemimpin (2) Kesatria (3) Petani dan pedagang.Kelompok pertama bertugas memimpin negara karena mereka dipercaya memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang memadai untuk memimpin secara adil.Kelompok kesatria bertugas membela negara .Untuk menjadi pembela profesional ,mereka harus dijauhkan dari hak milik peribadi ,termasuk tidak diperkenankan memiliki istri dan anak .mereka hanya diperkenankan memiliki hal tertentu sejauh itu perlu untuk mendukung tugas profesionalnya dalam membela negara.Sementara kelompok ketiga yaitu petani dan pedagang,bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi seluruh anggota masyarakat.Supaya menjalankan tugasnya dengan baik ,kelompok ketiga ini tidak diberi peluang untuk memimpin negara.Keadilan ditegakan apabila setiap kelompok berfungsi sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing (Plato 1968: Book Six).
Aristoteles,murid Plato,meneruskan jejak gurunya menekankan tentang pentingnya hukum dan ketertiban dalam politik.Melalui karyanya Politicsm Aristoteles menekankan pentingnya polis dalam kehidupan manusia (Aristotle, 1998: Book ll, Chp. 1, 2, 4; Book lll,Chp. 16;Book lV, Chp.1). Memahami manusia sebagai political animals,Aristoles menandang penting untuk menata hidup manusia melalui hukum dan konstitusi yang ideal.Hanya melalui kehidupan dalam polis yang dikelola dengan berpedoman pada konstitusi yang adil ,manusia mencapai kebahagiaan (eudaimonia) yang menjadi tujuan utama hidup manusia .Karena itu bagi aristoteles apa yang disebut sebagai hukum adalah tatanan atau tertib.Hukum yang baik merupakan tatanan yang baik.Itu berarti bahwa hukum harus mendorong manusia mencapai kebahagiaan.
Dengan demikian hukum bagi aristoteles bukan sekedar konvensi yang bertujuan praktis.Masyarakat dalam arti sesungguhnya menurut Aristoteles tidak melihat hukum sekedar alat bagi manfaat praktis.Karena itu dengan menempatkan kebahagiaan sebagai tujuan hukum,Aristoteles menegaskan bahwa hukum memiliki tujuan yang luhur,lebih sekedar kepentingan alat untuk mengelola kekuasaan,mengatur lalu lintas, menghukum pelaku kejahatan, atau memaksa warga negara membayar pajak,misalnya.Pemenuhan tujuan praktis seperti ini menjadi tidak bermakna ketika dengan itu manusia tidak mengalami kebahagiaan.Karena itu demi kebahagiaan hukum dan konstitusi harus adil.
Dengan demikian,keadilan bagi Aristoteles pertama-tama bukan konsep hukum melainkkan konsep moral yang menjadi jiwa konstitusi.Tuntunan bahwa konstitusi harus adil bagi Aristoteles menjadi penting karena masyarakat polis pada ghalib pluralistik (Aristoteles, 1998:Book ll, Chp. 1).Aristoteles percaya bahwa melalui konstitusi yang adil,polis atau negara kota (yang pada dasarnya berwatak pluralistik) dapat dibangun menjadi suatu kesatuan sebagimana layaknya keluarga yang secara moral terikat sebagai satu kesatuan.Konstitusi yang adil menjadi penting,karena negara kota sebagai suatu kesatuan terdiri atas individu-individu yang bebas dan setara,yang masing-masingnya tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda-beda.Konstitusi menjamin bahwa kepentingan semua pihak dapat terakomodasi secara adil.


c. Masa Stoa
Stoa mengembangkan suatu pendapat tentang hukum kodrat dengan menerima suatu pengertian “Hukum kesusilaan alami” (natuuralijke zedewet) menurut ajaran ini ada satu hukum kesusilaan alamiah, ketuhanan yang menpunyai kekuasaan untuk memerintahkan yang baik dan menghalang-halangi apa yang bertentangan denganya.Dalam hukum kodratlah letaknya perbedaan antara apa yang baik dan apa yang jahat.Dalam hal ini “kodrat” dan “hukum” dianggap sama.
Stoa berpendapat bahwa hukum alam ini tidak tergantung dari orang,selalu berlaku dan tidak dapat diubah.Hukum alam ini merupakan dasar dari adanya hukum positif.Selain itu,ia berpendapat bahwa hukum positif dari suatu masyarakatalah setandar tentang apa yang adil,bahkan bila hukum tersebut diterima secara adil akan mewujudkan ketentraman .
2. MASA ROMAWI (ABAD III SM – ABAD V SM)
Pada masa Romawi,perkembangan filsafat hukum tidak segemilang pada masa Yunani,hal ini disebabkan para ahli pikir lebih banayk mencurahkan perhatianya kepada masalah bagaimana hendak menpertahankan ketertiban dikawasan kekaisaran Romawi yang sangat luas itu.Para filsuf dituntut memikirkan bagaimana caranya memerintah Romawi sebagai kerajaan dunia .Namun demikian ahli-ahli pikir seperti Polibius, Cicereo, Seneca, Marcus,aurelius. Banyak memberikan sumbangan penting pada perkembangan pemikiran hukum yang pengaruhnya masih tanpak hingga jaman moderen sekarang ini.
a. Masa Cicero (106 – 43 SM)
Filsafat hukum Cicero dalam esensinya bersifat Stoa.ia menolak bahwa hukum positif dari suatu masyarakat (tertulis atau kebiasaan) adalah stantar tentang apa yang adil,bahkan jika hukum tersebut diterima secara adil,ia juga tidak menerima utilitas semata-mata adalah standar : keadilan itu satu hukum,yaitu mengikat semua masyarakat manusia dan bertumpu diatas satu hukum,yaitu akal budi yang benar diterapkan untuk memerintah dan melarang (Deligibus l, 15)
Menurut Cicero hukum terwujud dalam suatu hukum yang almiah yang mengatur,baik alam maupun hidup manusia.Oleh karena itu filsafat hukum Cicero dalam esensinya mengemukakan konsepsi tentang persamaan (equality) semua manusia dibawah hukum alam.
b. Masa St.Agustine
Filssafat hukum yang dikembangkan oleh St.Agustine adalah doktrin hukum dan konsep hukum yang bersumber dari ajaran kristen katolik.Ia berpendapat bahwa hukum adalah berasaskan dari kemauan-kemauan pencipta manusia yang berlaku secara alimi dan bersifat universal.
ll.ABAD PERTENGAHAN
a. Masa Gelap (The dark ages)
Masa ini dimulai dengan runtuhnya kekaisaran Romawi akibat serangan bangsa lain yang dianggap terbelakang datang dari utara. Abad pertengahan merupakan abad yang khas,yang ditandai dengan suatu pandangan hidup manusia yang merasa dirinya tidak berarti tanpa adanya tuhan.selama abad pertengahan tolak ukur setiap pemikiran orang adalah kepercayaan bahwa aturan semesta alam telah diciptakan oleh Allah sang pencipta.sesuai dengan kepercayaan itu,hukum pertama-tama dipandang sebagai suatu aturan yang datangnya dari Allah. Oleh karena itu,untuk membentuk hukum positif manusia hanya ikut mengatur hidup,sebab,hukum yang ditetapkanya harus dicocokkan dengan aturan yang telah ada,yaitu sesuai dengan aturan-aturan agama. Hukum yang dibentuk mempunyai akar dalam agama,baik secara langsung maupun tidak langsung.Menurut agama kristiani hukum berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung (Agustinus, Thomas Aquines),yaitu hukum yang dibuat manusia,disusun dibawah inspirasi agama dan wahyu.Sementara paham dalam agama islam hukum berhubungan dengan wahyu secra langsung (Al-Syaf’i dan lain-lain),sehingga hukum agama islam dipandang sebagai wahyu (Syari’ah).


b.Masa Scholastik
Pada masa ini terjadi peralihan,dalam alam pikiran yunani terdapat empat aliran pikiran yang besar,yaitu Plato, Aristoteles, Stoa dan Epicurus.Sebagai akibat dan perbedaan pendapat pertentangan-pertentangan serta perselisihan dikalangan aliran-aliran ini, telah lahir ajaran baru yang disebut Ecletisisme.setelah ini, muncul masa lain yang dikenal dalam dunia filsafat sebagai masa Neo Platonisme dengan Platinus sebagai tokoh besar.Filsuf ini yang mula-mula membangun suatu tata filsafat yang bersifat ketuhanan. Menurut pendapatnya ,tuhan itu hakikat satu-satunya yang paling utama dan luhur yang merupakan sumber dari segala-galanya.Dengan dasar dari filsafat Plato yang mengajarkan orang harus berusaha mencapai pengetahuan yang sejati.Maka Platinus mengatakan bahwa kita harus berikhtiar melihat tuhan.Sebab melihat tuhan itu tidak hanya dapat melalui berpikir saja,tetapi harus dengan jalan beribadah.Pandangan ini membuka jalan untuk mengembangkan ajaran kristen dalam filsafat Neo Platonisme lahir di Alexandria sebagai tempat pertemuan antara filsafat yunani dengan agama kristen.
Hukum alam tidak lagi dipandang sebagai hukum rasionalitas alam semesta yang impersonal,tetapi diintegrasikan kedalam suatu teologi dari suatu tuhan yang personal dan kreeatif.Greja juga telah mengkristalkan gagasan tentang jus dividum sebagai suatu jenis hukum yang jelas bersama tiga hukum yang lain,yang diakui oleh para yuris,sementara hubungan antara hukum Musa, Injil dan hukum alam muncul sebagai masalah khusus.
Ill.ZAMAN RENAISANCE
Abad pertengahan, yang merupakan abad yang khas, yang ditandai dengan suatu pandangan hidup manusia yang merasa dirinya tidak berarti tanpa tuhan, dimana kekuasaan gereja begitu besarnya mempengaruhi segala kehidupan,akhirnya berlalu dan muncul suatu zaman baru yang disebut zaman Renaisance.Zaman ini ditandai dengan tidak terikatnya lagi alam pikiran manusia dari ikatan-ikatan keagamaan,manusia menemukan kembali kepribadianya. Akibat dari perubahan ini, terjadi perubahan yang tajam dalam segi kehidupan manusia,perkembangan teghnologi yang sangat pesat,berdirinya negara-negra baru,ditemukanya dunia-dunia baru, lahirnya segala macam ilmu-ilmu baru dan sebagainya.Semua itu hanya akan terjadi oleh karena adanya kebebasan dari pada individu untuk menggunakan akal pikiranya tanpa adanya rasa takut.
Pada zaman ini perhatian pertama-tama diarahkan kepada manusia ,sehingga manusia menjadi titik tolak pemikiran .Hal ini tidak berarti bahwa sikap religius pada orang-orang zaman ini hilang,melainkan sikap hidup religius terpisah dengan kehidupan lainya. Dizaman inilah para filsuf pada umumnya memisahkan urusan yang berkaitan agama dengan non agama, yang bisa disebut dengan adanya dikotomi antar urusan dunia dengan urusan akhirat.
Jean Bodin menekankan bahwa hukum tidak lain dari perintah orang yang berdaulat (raja) didalam menjalankan kedaulatnnya.Namun, kekuasan raja tidaklah melampaui hukum alam yang didekritkan tuhan.Bodin tidak membenarkan bahwa akal yang benar mempertaruhkan hukum alam dengan hukum positif dan kebiasaan.Bodin mengungkapakan bahwa, kebiasaan memperoleh kekuatan hukum pada pengesahan oleh penguasa secara tidak diam-diam.
lV.ZAMAN BARU
Filsuf hukum yang paling terkenal pada abad tujuh belas adalahThomas Hobbes (1588 - 1679) memutuskan tradisi hukum alam yang mengandung banyak kontraversi.Ia banyak menggunakan siatilah “hak alamiah” (law of nature) dan akal benar (right reason). Namun, yang pertama baginya adalah kemerdekaan yang tiap orang miliki untuk menggunakan kekuasaan (kekuatan)-nya sendiri menurut kehendaknya sendiri,demi preservasi hakikatnya sendiri,yang berarti kehidupanya sendiri.Kedua adalah asas-asas kepentingan sendiri yang sering didefinisikan dengan kondisi alamiah dari ummat manusia.Ketiga,kondisi alamiah dari ummat manusia adalah peperangan abadi yang didalamnya tidak ada standar perilaku yang berlaku umum.
Langkah yang krusial dari teori Hobbes adalah pengidentifikasian masyarakat dengan masyarakat yang terorganisasikan secara politik,dan keadilan dengan hukum positif.Kaidah-kaidah hukum adalah perintah dari penguasa (the sovereign), para anggota suatu masyarakat mengevaluasi kebenaran dan keadilan dari perilaku mereka, dengan mereferensi pada perintah-perintah yang demikian. Namun Hobbes juga mengatakan,walaupun penguasa tidak dapat melakukan suatu ketidak adilan,ia dapat saja melakukan suatu kelaliman (iniquity).
V.ZAMAN MODEREN
Walaupun sebelumnya unsur logika manusia sangat berperan dalam perkembangan pemikiran hukum, namun dirasakan bahwa filsafat hukum dinilai kurang berkembang sebagai akibat adanya gerakan kodifikasi yang ada,yang pada mulanya orang kurang memberikan perhatian terhadap masalah-masalah keadilan.Baru setelah banyak dirasakan kepincangan dalam kodifikasi-kodifisi karena berubahnya nilai-nilai yang menyangkut keadilan dalam masyarakat,membangkitkan kembali orang-orang yang mencari keadilan melalui filsafat hukum.Namun demikian pada masa kini ada tendensi peralihan,yaitu yang tadinya filsafat hukum adalah filsafat hukum dari masa filsuf,kini beralih kepada filsafat hukum dari para ahli hukum.
Rudolf von Jhering (1818 - 1892) menolak teori Hegel,karena Hegel menganggap hukum sebagai ekspresi dari kemauan umum (general will) dan tidak mampu melihat bahwa faktor-faktor utilitaritis dan kepentingan-kepentingan menentukan eksistensi hukum.Jhering juga menolak bahwa anggapan hukum adalah ekspresi kekuatan spontan dari alam bawah sadar (subconscious forcess) seperti yang dikatakan Savigny,karena Savigny tidak dapat melihat peranan dari perjuangan secara sadar untuk melindungi kepentingan-kepentingan.Namun, seperti juga para hegelian,Jhering menganut orientasi kultural yang luas.kontribusi Jhering adalah keyakinanya bahwa penomena hukum tidak dapat dipahami tanpa pemahaman sistematik terhadap tujuan-tujuan yang telah menimbulkan (penomena hukum),studi tentang tujuan-tujuan itu yang berakar dalam kehidupan sosial, yang tanpa itu tidak akan mungkin ada aturan-aturan hukum.Tidak ada tujuan berarti tidak ada kemauan.




GAMBARAN UMUM SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT
1.ZAMAN PURBAKALA
A. Masa Yunani Masa Pra Sokrates (± 500 SM)
Masa Sokrates, Plato dan Aristoteles
Masa Stoa

B. Masa Romawi Cicereo
St.Agustine

2.ABAD PERTENGAHAN Masa Gelap
Scholastik
3.ZAMAN RENAISANCE
4.ZAMAN BARU
5.ZAMAN MODEREN

ENDNOTE :
Lebih lanjut lihat I.R. Putjawijatna,halaman 23 dan seterusnya
Disadur oleh B.arief Sidharta dari MP.Golding.Philosophy of Law,terdapat dalam encyclopedia of philosophy (Paul Edward,ed) vol.6 1972.p 254-263
Andre ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka Filsafat,Kanisius,2009.h38
Andre ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka Filsafat,Kanisius,2009.h38
Andre ata ujan,Filsafat Hukum,Pustaka Filsafat,Kanisius,2009.h38
Mr.Soetiksno,filsafat Hukum bagian kedua.Jakarta:Pradnya Paramita,1998.halaman 14
Zainuddin Ali.Filsafat Hukum.jakarta: sinar Grafika.halaman 13
Lili Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:Aaditiya Bakti .2007.halaman.19
Lihat,Carl Joachim Friedrick, The philosophy of law: In Historical Perspective. (chicago:the University Press,1958), halaman. 35
Lili Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung: Aditiya Bakti .2007.halaman 21
Lihat, Theo Huijbers,Filasaf Hukum dalam Lintasan Sejarah.Yogyakarta: Kanisius.1995.halaman. 19
Lihat Jacob Burckhardt: Civilization of the Renaisance in Italy, diterjemahkan oleh S.G.C. Middlemore,halaman 100 dan 226
Lili Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung:Aaditiya Bakti .2007.halaman.24
Lihat, Theo Huijbres,Filsafat Hukum dalam lintasa Sejarah, op. Cit., halaman 51.
Zainuddin Ali.Filsafat Hukum.jakarta: sinar Grafika.halaman 15
Lihat Lili Rasydi,op,cit.,hlm 26
Lili Rasjidi.Dasar-dasar filsafat dan teori Hukum.Bandung: Aaditiya bakti .2007.halaman.31

Daftar Pustaka
Rasjidi,Lili dan Rasjidi,Ira Thania.Dsasr-dasar filsafat dan teori Hukum,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.
Ali,Zainuddin.Filsafat Hukum,Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Soetikano,MR.Filsafat Hukum bagian 2,Jakarta: Pradnya Paramita, 2008.
Ujan,Andre Ata,Filsafa Hukum,Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Darmodiharjo,Darji dan shidarta,Pokok-pokok filsafat Hukum,Apa dan bagaimana filsafat hukum di Indonesia,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Rabu, 10 Maret 2010

HIDUP MULIA DENGAN MANDIRI

Siapa yang tidak ingin hidup mulia ? saya kira semua orang menghendaki kemuliaan dan tidak menghendaki kehinaan.saya yakin andapun demikian.Tidak ada yang salah dengan kemuliaan.
Yang menjadi masalah berikutnya adalah dengan apa kita membangun kemuliaan.Ada sementara orang yang merasa akan hidupnya mulia apabila memiliki harta.Ada yang merasa hidupnya akan mulia dengan pangkat dan jabatan dan ada yang merasa mulia dengan ilmu.Masih ada sederet lagi yang menjadikan seseorang merasa kemuliaanya terdongkrak misalnya,gelar kebangsaan,gelar akademik,ijazah pendidikan tinggi,relasi dengan orang-orang penting,ketenarran,relasi dengan orang-orang tenar dan sebagainya.Anda dapat saja membangun kemuliaan dari salah satu atau beberapa darinya.
Ada kemudian yang tahan lama,ada pula yang mudah luntur.Kemudian yang mudah luntur adalah kemuliaan yang bersipat duniawi,kemudian yang awet dan tahan lama adalah kemulyaan yang bersifat ukhrawi,berorientasi akhirat,berorientasi dengan kerangka waktu yang tak tehingga.
Sehubungan dengan kemuliaan ini ada sebuah cerita rakyat terkenal yang bisa menjadi pelajaran.Midast seorang raja,gila kemudian dan menginginkan apapun yang dipegangnya akan berubah menjadi emas.singkat cerita ia meminta kepada para dewa yang dianggap berkuasa untuk menjadikan dirinya cukup kesaktian agar apaun yang dipegagnya berubah menjadi emas.Ia menganggap bahwa emas adalah simbol kekayaan dan dengan demikian adalah kemuliaan bagi ummat manusia.Singkat cerita akhirnya ia memperoleh apa yang dia inginkan.Betapa senagnya akhirnya ia bisa memiliki emas yang melimpah ruah karena apapun yang dipegangnya berubah sekketika menjadi emas.Masalah baru disadarinya ketika perutnya terasa lapar,ia tidak bisa memakan apaun,karena setiap memegang makanan sekatika apa yang dipegangnya berubah menjadi emas,sehingga dia kelaparan dan akhirnya mati.
Midast adalah sebuah gambaran tentang orang yang salah memilih sumber kemuliaan,bahkan tidak berhenti sampai disitu.Kesalahan ini bahkan kemudian berakibat kesalahan berikutnya yaitu tergesa-gesa untuk mencapai sesuatu yang dikiranya sebagai kemulyaan.Ujung-ujungnya adalah justru kesengsaraan dan bahkan kehilangan segalanya,termasuk hidup sendiri.
Bila kita memikirnya secara filosofis,kemulyaan sesungguhnya adalah sesuatu yang relatif,sebagai contoh kongkrit,kalau ditanyakan kepada seorang prajurit tentara apakah pangkat kolonel itu mulia atau tidak,maka akan diperoleh jawaban yang beragam,Seorang yang berpangkat kopral akan berkata bahwa kolonel adalah pangkat yang mulia dan bergengsi.Sebaliknya kalau pertanyaan serupa kita ajukan kepada seorang jendral bintang empat,ia akan cendrung mengatakan bahwa pangkat kolonel adalah biasa-biasa saja,artinya jawaban akan kemulyaan pangkat kolonel baru akan tepat dan mudah dicerna bila kita membandingkanya dengan pangkat yang lain.Dengan kata lain,bila kita menanyakan mana yang lebih mulia dan bergengsi,pangkat kolonel apa pangkat kopral maka jawabanya akan serempak,pangkat kolonel lebih mulia dibanding pangkat kopral.
Analogi pangkat dalam ketentaraan juga bisa kita ketahui dalam finansial.Kalau ditanya apakah memiliki harta Rp 2 Milyar itu mulia atau tidak,orang akan sulit menjawabnya.Pertanyaan akan mudah dijawab bila diubah menjadi ,”lebih mulia yang mana memiliki uang Rp 2 Milyar atau Rp 5 Milyar?”
Artinya,diatas lagit masih ada langit.Diatas kemulyaan masih ada kemuliaan,lalu siapa ynag paling mulia? Tentu tidak ada yang lain kecualai yang maha mulia,sang pencipata ALLAH AWT.
Lalu siapa yang paling mulia setelah yang paling mulia?,memahami kemuliaan akan makin mudah kalau kita terlebih dahulu memahami kehinaan .Ada sebuah hadist yang ditulis dalam shahih Muslim dari Hamzah bin Abdullah.Intinya,seorang didunia meminta-minta,nanti diakhirat tidak akan menghadap tuhanya kecuali dengan wajah tanpa sekerat dagingpun,wajah tengkorak,wajah hina dian.
Inilah kehinaan yang dikontraskan dengan kemuliaan dari sang maha mulia.Mari kita bangun kemuliaan dengan kemandirian,mari kita bangun kemuliaan dengan mmemangkas beraneka ketergantungan,mari kita pangkas ketergantungan seorang anak yang sudah baligh dari orang tuanya,mari kita pangkas ketergantungan negri ini atas berbagai produk dari negri asing.
Tulisan ini saya kutip dari sebuah buku yang berjudul Financial Spritual Quotient (FSQ) karangan Imam Supriyono,diterbibitkan oleh Lutfansah Mediatama 2006
Jakarta 6 maret 2010

Senin, 08 Maret 2010

PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI*

PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI*
Oleh :
Al-Ustadz Jalâl Abŭ Alrŭb**
بسم الله الرحمن الرحيم
Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Pemurah

Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ‘ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ‘ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam.1. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai ‘Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.2 Banyak ‘Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.3
Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan ‘Utsmâniyyah (Ottomans), Ibrâhîm Basyâ (Pasha), anak angkat Muhammad ‘Alî Basyâ (Pasha), juga menggunakan istilah ‘Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah (Heretics)’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb dan Negara Saudî4. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah ‘Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan :
“Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan (menisbatkan) istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini.
- Margoliouth5 sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah ‘Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup ‘pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah ‘Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”.
- Thomas Patrick Hughes6 menggambarkan “Wahhâbiyyah” sebagai gerakan reformis Islâm yang didirikan oleh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb, yang menyatakan bahwa musuh-musuh mereka tidak mau menyebut mereka sebagai “Muhammadiyyah” (Muhammadans), malahan, mereka menyebutnya sebagai ‘Wahhâbî’, sebuah nama setelah namanya ayahnya Syaikh….
- George Rentz7 mengatakan bahwa istilah ‘Wahhâbî’ digunakan untuk mengambarkan para pengikut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb oleh musuh-musuh mereka sebagai ejekan bahwa Syaikh mendirikan sebuah sekte baru yang harus dihentikan dan aqidahnya ditentang. Mereka yang disebut dengan sebutan ‘Wahhâbî’ ini beranggapan bahwa Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb hanyalah seorang pengikut Sunnah, oleh karena itulah mereka menolak istilah ini dan bahkan menuntut agar dakwah beliau disebut dengan ‘ad-Da’wah ila’t Tauhîd’, dimana istilah yang tepat untuk menggambarkan para pengikutnya adalah ‘Muwahhidŭn’…. Rentz juga mengatakan bahwa, para penulis barat ketika menggunakan istilah ‘Wahhâbî’ adalah dengan maksud ejekan, ia juga menyatakan bahwa ia menggunakan istilah itu sebagai klarifikasi.8
Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya :
- Mereka menyebut dakwah Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb sebagai ‘Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh ‘Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad.
- Pada awalnya, ‘Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya.
Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, ‘Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan.
Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ (ahli bid’ah) yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan (dakwah) untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah.9 Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya ‘alaihim`us Salâm untuknya (untuk dakwah tauhîd ini).
Menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah’ ini, tidak akan menghentikan penyebaran dakwah ini ke seluruh penjuru dunia. Bahkan pada kenyataannya, walaupun berada di tengah-tengah dunia barat, banyak kaum muslimin yang mempraktekkan Islam murni ini, yang mana Imâm Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb secara antusias mendakwahkannya dan menjadikannya sebagai misi dakwah beliau. Semua ini disebabkan karena tidak ada seorangpun yang dapat mengalahkan al-Qur`ân dan as-Sunnah, tidak peduli sekuat apapun seseorang itu.
Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan (tashfiyah) dan mendidik (tarbiyah) bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ‘ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”.
Imâm Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik.



CATATAN KAKI :
* Dari Jalâl Abŭ Alrub dan Alâ Mencke (ed.), Biography and Mission of Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb (Orlando, Florida: Madinah Publisher, 1424/2003), hal. 677-81. Dengan tambahan ekstra catatan oleh Tim Salafimanhaj. Catatan dari Salafi Manhaj diberi tanda “Catatan Editor”.
Catatan Penterjemah : Artikel ini dialihbahasakan dari “Who First Used The Term “Wahhabi”? “(http://www.salafimanhaj.com/pdf/SalafiManhaj_TermWahhabi.pdf)
** Catatan Penterjemah : Jalâl Abŭ Alrub adalah seorang penulis Islam salafî yang mumpuni. Beliau memiliki website bermanfaat, yaitu http://islamlife.com. Beliau aktif menulis counter dan tanggapan/bantahan terhadap syubuhat dan penyesatan opini para jurnalis Barat. Beliau pernah terlibat debat beberapa kali dengan para jurnalis dan penulis ’Neo-Con’. Terakhir kali, beliau menantang debat Robert Spencer (seorang Katolik pro Neo-Con, yang mengangkat dirinya sebagai ’Islam Specialist’ dan banyak menulis tentang Islam secara ngawur dan tendensius. Ia adalah orang dibalik website jihadwatch dan dhimmiwatch.) Namun, Robert Spencer sepertinya tidak punya ’guts’ (nyali), sehingga ia tidak pernah mau berhadapan langsung dengan Jalâl Abŭ Alrub.
1 Lihat : Dr. Muhammâd ibn Sa’d asy-Syuwai’ir, Tashhîh Khathâ’ Târîkhî Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh : Dârul Habîb : 2000; hal. 55
2 Catatan Editor : W.W. Hunter dalam bukunya yang berjudul “The Indian Musalmans” mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim ‘Wahhâbi’ yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa :
“There is no fear to the British in India except from the Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.”
“Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi (membangkitkan semangat) umat dengan atas nama jihâd untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.”
Lihat: W.W. Hunter, “The Indian Musalmans”, cet.1 di London: Trűbner and Co., 1871; Calcuta: Comrade Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi: Rupa & Co., 2002 Reprint
3 Catatan Ediotr : Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut dengan “Wahhâbi” dan dianggap sebagai “pemberontak” yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun 1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas Salafî-Ahlul Hadîts, seperti Syaikh Ja’far Tsanisârî, Syaikh Yahyâ ‘Alî (1828-1868), Syaikh Ahmad ‘Abdullâh (1808-1881), Syaikh Nadzîr Husain ad-Dihlawî dan masih banyak lagi lainnya. Untuk bacaan lebih lanjut, silakan lihat :
 Mu’înud-dîn Ahmad Khân, A History if The Fara’idi Movement in Bengal (Karachi: Pakistan Historical Society, 1965).
 Barbara Daly Metrcalf, Islamic Revival in British India: Deoband, 1860-1900 (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1982), hal. 26-77.
 Qiyâmud-dîn Ahmad (Professor Sejarah di Universitas Patna), The Wahhabi Movement in India (Ner Delhi: Manohar, 1994, 2nd edition). Terutama pada bab tujuh “The British Campaigns Againts the Wahhabis on the North-Western Frontier” dan bab kedelapan “State Trials of Wahhabi Leaders, 183-65.”
Muhammad Ja’far, Târikhul ‘Ajîb dan Târikhul ‘Ajîb – History of Port Blair (Nawalkshore Press, 1892, 2nd edition).
4 Lihat: ibid, hal. 70
5 D.S. Margoliouth, Wahabiya, hal. 618, 108.
Catatan Editor : Artikel karya Margoliouth yang berjudul ‘Wahhabis’ ini juga dapat ditemukan di dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 (New York: E.J. Brill, 1987 Reprint) vol.8 , hal.1087 karya M.T. Houtsma, T.W. Arnold, R. Basset, R. Hartman, A.J. Wensinck, H.A.R. Gibb, W. Heffening dan E. Lêvi-Provençal (ed) dan The Shorter Encyclopaedia of Islam (Leiden and London: E.J. Brill and Luzac & Co., 1960), hal. 619 karya H.A.R Gibb, J.H. Kramers dan E. Lêvi-Provençal (ed). Artikel ini juga dicetak ulang dalam :
 Reading, UK: Ithaca Press, 1974
 Leiden: Brill, 1997
 Dan cetakan pertama, Leiden and London: E.J. Bril and Luzac & Co., dan New York: Cornel University Press, 1953.
6 Thomas Patrick Huges, Dictionary of Islam, hal. 59
7 George Rentz dan AS.J. Arberry, The Wahhabis in Religion in The Middle East: Three Religion in Concord and Conflict, Vol.2 (Cambridge: Cambridge University Press, 1969), hal. 270
8 Lihat: Nâshir ibn Ibrâhîm ibn ‘Abdullâh Tuwaim, Asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd`ul Wahhâb: Hayâtuhu wa Da’watuhu fi`r Ru`yâ al-Istisyrâqiyya: Dirôsah Naqdîyyah (Riyadh: Kementerian Urusan Keislaman, Pusat Penelitian dan Studi Islam, 1423/2003) hal. 86-7.
Catatan Editor : Buku ini juga dapat dilihat secara online di http://islamport.com/d/3/amm/1/100/2213.html
9 Lihat: Qodhî Ahmad ibn Hajar Alu Abŭthâmi (al-Bŭthâmi), Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb : His Salafî Creed and Reformist Movement, hal. 66

WAHHABISME : DALAM PANDANGAN MUSLIM RUSIA Sebuah Koreksi dan Klarifikasi Tentang Label Wahhabi

WAHHABISME : DALAM PANDANGAN MUSLIM RUSIA
Sebuah Koreksi dan Klarifikasi Tentang Label Wahhabi

Ibuku yang tinggal di Rusia pernah berkata kepadaku : “Aku harap engkau bukanlah seorang Wahhabi.” Saya berkata kepada beliau, “Ibu, apakah anda tahu apa arti kata tersebut?”, beliau menjawab : “tidak”. Saya sebenarnya tahu bahwa beliau tidak mengetahui sedikitpun tentang kata tersebut. Namun, hanya karena kata ini dulunya dan sampai saat ini masih digunakan oleh media Rusia (mungkin boleh saya tambahkan juga media dunia) digambarkan sebagai sesuatu yang “jahat, buruk dan monster haus darah dengan jenggot yang tebal yang menyebut diri mereka sebagai muslim” serta label negatif lainnya yang seseorang dapat dikaitkan dengan kata ini, beliau pun turut berkonklusi bahwa segala hal yang dikatakan kepada beliau adalah benar. Selain itu, harian utama Republik Uni Soviet terdahulu yang disebut Pravda, yang bermakna kebenaran, masih eksis [dan sering menggunakan kata wahhabi untuk mendiskreditkannya, pent].
Hal ini menunjukkan bagaimana orang-orang dikondisikan untuk tidak berfikir, menganalisa dan kritis, namun hanya menerima secara buta apa yang diutarakan kepada mereka tanpa bukti ataupun justifikasi sedikitpun atau dengan beberapa bukti yang patut dipertanyakan (hal inilah penyebab mengapa anda tidak pernah mempertanyakannya!). Seakan-akan seperti seekor domba, bukan seperti manusia yang dianugerahi kekuatan dan kemampuan besar yang dimilikinya berupa keintelektualitasannya.
Agama kita tidaklah menerima bentuk pengkondisian dan pemutarbalikkan realita semacam itu. Kita hanya diharuskan untuk mengikuti fakta dan bukti saja, bukannya praduga, hasrat ataupun hawa nafsu kita, walaupun kebaikan yang mereka lihat pada kita [maksudnya : walaupun pandangan mereka baik, namun karena berangkat dari dugaan dan hawa nafsu, ini tetap suatu hal yang salah, pent.]. Kita juga tidak diizinkan untuk menyalahkan orang lain dengan berkata tentang mereka sesuatu hal yang tidak benar atau bahkan tidak akurat.
Jadi, apa yang berada di belakang label ini, yaitu ”wahhabi”, pasalnya kata ini telah menjadi sebuah label, sebuah gelar yang digunakan untuk menggelari orang lain yang berada di luar batas, yang tidak sepakat, yang bahkan tidak berani untuk mengkritisi ataupun meminta bukti! Kata ini sendiri sebenarnya berasal dari nama seorang ulama Islam, Muhammad bin ’Abdul Wahhab at-Tamimi, yang hidup dan berdakwah di suatu daerah yang dikenal sebagai Najd yang pada hari ini dikenal sebagai Arab Saudi, semenjak tahun 1115 H, bertepatan dengan tahun 1703 sampai sekitar tahun 1206 H atau tahun 1792 menurut kalender Gregorian.
Beliau senantisa menyeru masyarakat daerahnya kepada tauhid dan sunnah dan mengingkari praktek kesyirikan (yaitu menjadikan sekutu bagi Alloh di dalam peribadatan) yang telah menjadi suatu hal yang lazim di wilayah itu pada pada zaman beliau, serta mengingkari bid’ah-bid’ah di dalam agama. Anda mungkin akan bertanya, ”hanya itu saja?”, singkatnya iya, memang demikian. Lantas, bagaimana dengan semua bentuk percekcokan mengenai orang ini dan namanya? (nama ini sebenarnya merupakan nama ayah beliau, namun lupakanlah! Orang-orang yang bersikeras di dalam mencaci maki seseorang dan menodai kehormatan nama beliau tidaklah akan mempedulikan detail ”kecil” semacam ini.)
Jawaban pertanyaan di atas sebenarnya sederhana saja, yaitu pada zaman beliau berdakwah dan menyeru, sama seperti sekarang dan masa lalu ketika nabi kita Muhammad (Shallallahu ’alaihi wa Salam) berdakwah, banyak orang yang sama sekali tidak terpengaruh dengan apa yang dilakukan oleh syaikh. Bahkan dalam kenyataannya, mereka merendahkan syaikh dan dakwah beliau. Kenapa? Banyak alasannya, namun tidak ada satupun alasannya yang agamis. Apabila orang-orang dapat meninggalkan tuhan-tuhan palsu yang mereka diajak untuk menyembahnya kemudian menyembah hanya kepada pencipta mereka saja serta berkomunikasi dengan-Nya secara langsung (tanpa perantara-perantara, pent.), kritikan-kritikan tersebut akan menyebabkan kehilangan para pengikut, termasuk, uang, kedudukan yang berpengaruh dan segala bentuk keinginan yang datang bagai percikan ketika anda adalah seorang pemimpin pencuci otak masyarakat.
Untuk apa seseorang menyebut dirinya sebagai muslim, namun begitu semangatnya memusuhi seorang yang berdakwah dengan apa yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa Salam, yang mengarahkan semua bentuk peribadatan hanya kepada Alloh dan hanya mengikuti jalan Nabi Alloh Shallallahu ’alaihi wa Salam? Hanya seorang munafik, ahli bid’ah atau seseorang yang tidak mau kehilangan bagian dunia atau kedudukannya, belum lagi harta yang dimilikinya, yang akan berkeberatan dengan dakwah tersebut.
Jika anda tidak mempercayai saya, silakan periksa biografi syaikh yang sebenarnya, semoga Alloh merahmati beliau, dan bandingkanlah dakwah beliau dan apa yang beliau tulis di dalam buku-buku beliau dengan al-Qur`an dan as-Sunnah. Janganlah anda mendengarkan orang-orang yang hidup di masyarakat muslim yang mengatakan : ”Kamu tidak akan dapat membaca dan memahami al-Qur`an dan hadits dengan diri anda sendiri, karena anda bukanlah orang pada tingkatan tersebut. Anda harus punya imam untuk melakukan hal itu. Anda harus menerima segala hal yang dikatakan imam karena anda tidak mengetahui ilmunya.”
Memang benar bahwa seseorang memerlukan seorang guru untuk membimbingnya di dalam proses belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui dan mengikuti nash (teks) Islam kemudian mengaplikasikannya ke dalam hidup kita, tidak hanya berhenti sampai mengetahui apa yang dikatakan oleh fulan dan fulan. Tujuan kita adalah meneladani Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam di dalam segala perkara yang beliau sampaikan kepada kita, bukannya malah mengikuti orang selain beliau di dalam segala hal yang ia katakan kepada kita.
Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa label ”wahhabi” itu pertama kali diciptakan oleh musuh-musuh dakwah tauhid dan sunnah, yang kemudian diwariskan kepada generasi setelahnya para pembenci sunnah di zaman kita ini. Sebagaimana para pencinta sunnah mewarisi kecintaan dan respek mereka terhadap sunnah dari orang-orang sebelum mereka yang mengikuti dan mendakwahkan sunnah, demikian pula dengan musuh-musuh dan pembenci sunnah yang mewarisi kebencian dan kedengkian mereka dari orang-orang sebelum mereka yang dulunya memusuhi dan membenci sunnah dan ahlus sunnah.
Saya benar-benar muak dan lelah... terhadap orang-orang yang mengaku sebagai ”pakar”/”ahli”, baik dari kalangan muslim ataupun non muslim, yang muncul di TV dan radio, serta menulis di media massa lalu menggunakan label ”wahhabi” ini seenak hati mereka. Terlebih-lebih apabila ada seorang teroris yang menyerang suatu tempat di suatu wilayah di dunia, dengan serta merta seseorang dari mereka (orang-orang sok ”ahli” ini, pent.) dengan menampakkan tampang yang sok pintar di wajahnya sekonyong-konyong akan mengatakan, ”Ohya, hal ini persis seperti apa yang diyakini dan didorong oleh wahhabi...”, atau ”wahhabi, salah satu cabang dalam Islam mengatakan...”, atau bahkan ada yang mengatakan, ”al-Qaida sebagian besar dianggotai dan didukung oleh wahhabi...”! Jangan membuatku mulai berbicara tentang al-Qaida, atau CIAeda, sebagaimana sebagian orang menyebutnya.
Saya menantang anda untuk membawa ke hadapanku, seorang muslim saja, yang mengetahui tentang organisasi yang disebut dengan al-Qaida ini sebelum peristiwa 9/11 terjadi, satu saja! Hal ini merupakan bentuk pengkondisian yang sama, dimana kita disodorkan dengan kata-kata tertentu yang kita dianggap berhubungan dengan ide atau gagasan tertentu, sedangkan kita tidak mempertanyakannya ataupun menantangnya, kita hanya menerimanya saja. Kenapa? Karena kita diberitahu bahwa hal itu adalah kebenaran.
Kebenarannya adalah, selama berabad-abad lamanya, ada orang-orang tertentu yang selalu mencoba dan seringkali mereka berhasil, memanipulasi opini publik dengan suatu cara atau lainnya, terutama pada masa konflik dan perang. Bukan karena mereka peduli dengan apa yang dipikirkan oleh masyarakat umum, bukan! namun mereka melakukannya untuk menutup mulut kritikan dari rekan, keluarga dan teman sendiri, dan berupaya meraih sebanyak mungkin kandidat sebagai ’serdadu-serdadu umpan meriam’ dari populasi mereka sendiri.
Cukup cerdas bukan? Tidak juga. Karena akan senantiasa ada orang-orang yang tetap memelihara kemampuan untuk berfikir dan menganalisa, berkemampuan untuk mengayak kebenaran dari kebatilan dan menunjukkannya kepada orang lain, seperti yang berkaitan dengan agama Islam pada umumnya dan dengan isu wahhabisme pada khususnya. Mereka mungkin saja tidak dalam jumlah besar, mereka juga tidak kaya dan memiliki kekuatan, namun mereka akan senantiasa ada sampai hari kiamat datang.
Sekiranya jumlah (kuantitas) itu berarti bahwa semakin besar jumlah orang maka mereka semakin benar dan berada di atas kebenaran, niscaya Cina akan berkemungkinan besar muncul sebagai kandidat hal tersebut. Dan saya tidak berfikir bahwa seseorang akan berpendapat demikian. Di sisi lain, sekiranya harta dan kekuatan menentukan kedekatan seseorang dengan kebenaran dan petunjuk, maka orang seperti Bill Gates, Warren Buffet dan George Bush akan dipertimbangkan sebagai orang yang berada di atas kebenaran dan petunjuk di dalam segala hal yang mereka lakukan. Padahal mereka jauh dari hal tersebut sebagaimana anda juga akan setuju.
Jadi, kriteria petunjuk dan kesesatan bukanlah dari hal-hal tersebut di atas. Kriterianya adalah mengetahui kebenaran dan mengikuti kebenaran tersebut, yaitu al-Qur`an dan as-Sunnah berdasarkan pemahaman as-Salaf ash-Shalih. Wal hasil, sebagai kesimpulan, kata “wahabisme” sebagaimana kata “terorisme” atau kata-kata “sumpah” lainnya, merupakan suatu label yang dapat dikaitkan kepada seseorang yang tidak dikehendaki atau tidak disukai di dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu. Saya tidak menerima kata ini. Tidak ada seorangpun yang saya tahu menerima kata ini. Namun, kata ini tetap digunakan sepanjang waktu, sebagaimana kata sumpah. Namun, tidak seperti kata sumpah, kata ini (wahhabi) memiliki makna yang tidak jelas dan tidak tampak, namun (anehnya) kata ini diperbolehkan digunakan di BBC. Akan jadi apa dunia ini...?!

Sumber : “Wahhabism”: What Is Behind the Label? By Abu Imraan Abdur-Rahmaan Al-Sharkhasi. Al-Burhaan Islamic Educational Newsletter Issue 4. From http://www.calltoislam.com