A. Judicial Review.
Hak menguji Undang-undang
. Pengertian hak menguji undang-undang sering disebut saja dengan istilah hak menguji atau lebih jelas dengan kata asing ”toetsingrecht” yang merupakan kedekatan ” rechtelijk toesingsrecht”
1) Hak menguji secara formil (formele toetsingsrecht) : wewenang dari Hakim untuk menilai apakah suatu undang-undang, cara pembentukannya serta cara pengundangannya sudah sesuai dengan ketentuan.
2) Hak menguji secara materiil (materiil toetsingsrecht) : wewenang untuk menilai apakah suatu undang-undang atau peraturan itu isinya bertentangan atau tidak dengan undang-undang atau peraturan yang lebih tinggi tingkatannya
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan tersendiri di luar lembaga peradilan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Pembentukan mahkamah tersebut sebagai perintah dari ketentuan Pasal 24 C UUD 1945 yang sebelumnya telah diatur dalam UU No. 24 Th. 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang kemudian ditegaskan dalam UU No. 24 Th. 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 10 UU No. 24 Th. 2004, tentang Mahkamah Konstitusi jo. Pasal 12 UU No/ 4 Th. 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengemukakan tugas-tugas Mahkamh Konstitusi sebagai berikut.
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dalam :
a. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945 ;
b. Memutus :
1) Sengketa kewenangan antar lembaga negara yang diberikan oleh UUD 1945
2). Membubarkan partai politik ;
3). Perselisihan tentang hasil pemilihan umum
2. Berkewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/ atau Wk. Presiden diduga melanggar hukum dalam penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya. Selain itu juga melakukan perbuatan tercela dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wk. Residen yang ditentukan oleh UUD 1945
B. Prosedur berperkara pada Mahkamah Konstitusi :
1. Pengajuan permohonan :
a. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi, yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 rangkap ;
b. Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai :
1). Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 ;
2). Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945 ;
3). Pembubaran partai politik ;
4). Perselisihan tentang hasil pemilu ;
5). Pendapat DPR bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum dalam penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya. Selain itu juga melakukan perbuatan tercela dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wk. Residen yang ditentukan oleh UUD 1945
c. Permonan sekurang-kurangnya harus memuat :
1). Nama dan alamat pemohon ;
2). Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan hal-hal yang diminta untuk diputus. Permohonan tersebut harus disertai alat bukti yang mendukung permohonan tersebut
2. Pendaftaran Permohonan
a Terhadap setiap permohonan yang diajukan, Panitera Mahkamah
Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan ;
b. Permohonan yang belum memenuhi kelengkapan wajib dilengkapi oleh pemohon dalam jangka waktu selamat-lambatnya 7 hari kerja ejak pemberitahuan ekurangan kelegkapan ;
c. Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi
d. Mahkamah konstitusi menetapkan hari sidang pertama, setelah permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja ;
e. Penetapan hari sidang pertama diberitahkan kepada para pihak dan diumumkan kepada masyarakat. Pengumunan kepada masyarakat dilakukan dengan menempelkan salinan pemberitahuan terebut di papan pengumuman Mahkamah Konstitusi ;
f. Pemohonan dapat menarik ekmbali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan ;
3. Alat bukti
Alat bukti berupa :
a. Surat atau tulisan, yang harus dapat dipertanggung jawabkan perolehannya secara hukum ;
b. Para pihak, saksi dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah onstitusi ;
c. Surat panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil dalam jangka waktu paling lambat 3 hari sebelum hari persidangan ;
d. Para pihak yang merupakan lembaga negara dapat diwakili leh pejabat yang ditunjuk atau kuasanya berdasarkan peraturan perundang-undangan ;
e. Jika saksi tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut menurut hukum , MK dapat meminta bantuan Kepolisian untuk menghadirkan saksi tersebut secara paksa.
3. Pemeriksaan Pendahuluan :
a. Sebelum mulai memeriksa pokok perkara, MK mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan.
b. MK wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/ atau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari
4. Pemeriksaan Persidangan
a. Sidang MK terbuka untuk umum, kecali rapat musyawarah hakim ;
b. Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib mentaati tata tertib persidangan, yang diatur oleh MK,
c. Dalam persidangan hakim konstitusi memeriksa permohonan beserta alat bukti yang diajukan ;
d. Untuk kepentingan pemeriksaan, hakom konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan dan/ atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan permohonan ;
e. Lembaga negara wajib menyampaikan penjelasannya dalam jangka waktu paling lambat 7 hari kerja sejak permintan hakim konstitusi diterima.
f. Saksi ahli yang dipanggil wajib hadir untuk memberikan keterangan.
g. Dalam pemeriksaan persidangan, pemohon dan/ atau termohon dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus untuk itu.
h. Dalam hal pemohon dan/ atau termohon didampingi oleh selain kuasanya di dalam persidangan, pemohon dan/ atau termohon harus membuat surat keterangan yang khusus untuk itu, yang kemudian diserahkan kepada hakim konstitusi di dalam persidangan.
5. Putusan
a. Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan UUD 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim
b. Putusan MK yang mengabulkan pemohon didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti ;
c. Putusan MK wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan
d. Putusan diambil secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang
e. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan petimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan ;
.
C. Perosedur pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
1. Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu
a. Perorangan warga negara Indonesia ;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang ;
c. Badan hukum publik atau privat ;
d. Lembaga negara
2. Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/ atau kewajiban konstitusionalnya yang dirugikan ;
3. Dalam permohonan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas, bahwa :
a. Pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 dan/ atau
b. Materi muatan dalam ayat, pasal dan/ atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 ;
4. Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam buku registrasi kepada DPR dan Presiden untuk dketahui, dalam janhka waktu paling lama 7 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi
5. Mahkamah Konsttusi memberitahukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan pengujian undang-undang dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi ;
6. Mahkamah Konstitusi dapst meminta keterangan dan/ atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada MPR, DPR, DPRD dan/ atau Presiden
7. Pengujian peraturan perundangan di bawah undang-undang yang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian MK sampai ada putusan MK.
8. Dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan dan/ atau permohonsnnys tidsk mrmrnuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima . Sedangkan dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dapat dikabulkan. Selanjutnya dalam putusan tersebut menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal dan/ atau bagian dari undangundang yang bertentangan dengan UD 1945 ;
9. Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdaarkan UUD 1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan ;
10. Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan UUD 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatak permohonan ditolak.
11. Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal dan/ atau bagian undang-undang bertentangan dengan UUD 1945, materi muatan ayat, pasal dan/ atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai ekuatan hukum mengikat ;
12. Putusan MK yang amar putusannyamenyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UUD 1945, undang undang tersebut tidak mempunai ekuatan hukum mengikat
13. Putusan MK yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak putusan diucapkan.
14. Undang-undang yang diuji oleh MK tetap berlaku sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945
15. Putusan MK mengenai pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 dsampaikan kepada DPR, DPD, Presiden dan Mahkamah Agung.
16. Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/ atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Cari Blog Ini
Jumat, 05 Februari 2010
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Tehnik penyusunan peraturan perundang undangan sebagai berikut :
Bab. I : Kerangka Peraturan Perundang-undangan :
A : Judul
B : Pembukaan
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C : Batang Tubuh :
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlkan)
5. Ketentuan Penutup
D. : Penjelasan (jika diperlukan)
E. : Lampiran (jika diperlukan)
Bab. II : Hal-hal khusus
A. Pendelegasian Kewenangan
B. Penyidikan
C. Pencabutan
D. Perubahan Peraturan Perundang-undangan
E. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang
F. pengesahan Perrjanjian Internasional
Bab. III : Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan
A. Bahasa Peraturan Perundang-undangan
B. Pilihan Kata atau istilah
C. Tehnik Pengacuan
Bab. IV : Bentuk rancangan Peraturan Perundang-undangan
A. Bentuk Rancangan Undang-undang pada umumnya
B. Bentuk Rancangan Undang-undang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang menjadi Undang-undang
C. Bentuk Rancangan Undang-Undang Pengesahan Perjanjian Internasional yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi
D. Bentuk Rancangan Undang-undang Perubahan Undang-undang
E. Bentuk Rancangan Undang-undang pencabutan Undang-undang
F. Bentuk Rancangan Undang-undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ;
G. Bentuk Rancangan Undang-undang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
H. Bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah
I. Bentuk Rancangan Peraturan Presiden
J. Bentuk Rancangan Peraturan
KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Judul
1. Judul Peraturan Perundangan-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan dan nama Peraturan Perundang-undangan
2, Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan si Peraturan Perundang-undangan
3. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan ditengan marjin tanpa diakhri tanda baca
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
5. Pada judul Peraturan Perundangan perubahan ditambahkan frase perubahan atas depan nama Peraturan Perundang-undanga
Contoh :
UNDNG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2003
TENTRANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
6. Jika Peraturan Perundangundangan telah diubah lebih dari 1 kali, diantara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa ali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …… TAHUN ,,,,,,,
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR ………..TAHUN ………TENTANG …..
7. Jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat. Peraturan perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat Peraturan Perundag-undangan yang diubah
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …….TAHUN……
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984
8. Pada judul Peraturan Perundang-undangan pencabutan dsipkan kata pencabutan di depan nama Peratura Perundang-undangan yang dicabut
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1985
TENTANG
PENCABUTAN UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG
9. Pada judul Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang ditetapkan menjadi Undang-Undang, ditambahkan kata penetapan didepan nama Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan dan diakhiri dengan frase menjadi Undang-Undang.
Contoh
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2003
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
MENJADI UNDANG-UNDANG.
10. Pada judul Perauran Perundang-undangan pengesahan perjanjian atau persetujuah Internasional, ditambahkan kata pengesahan di depan nama perjanjian atau persetujuan internasional yang akan disahkan
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
11. Jika dalam perjanjian atau persetujuan internasional bahasa Indonesia digunakan sebagai teks resmi, nama atau persetujuan ditulis dengan Bahasa Indonesia, yang diikuti oleh teks resmi bahasa asing yang ditulis dengan huruf cetak mring dan dletakkan diantara tanda kurung
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
(TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS)
12. Jika dalam perjanjian atau persetujuaninternasional Bahasa Indonesia tidak digunakan sebagai teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam bahasa Ingrris dengan huruf cetak miring dan diikuti oleh terjemahannya dalam bahasa Indoneisa yang diletakan diantara tanda baca kurung.
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1997
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST ILLICIT
TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBTANCES, 1988
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG PEMBERANTASAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, 1998)
B. PEMBUKAAN
Pembukaan Peraturan perundang-undangan terdiri atas :
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ,
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital diletakan ditengah .
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
2 Jabatan Pembentuk Peraturan perundang-undangan ,
ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan ditengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
3. Konsiderans
Konsiderans diawali dengan kata menimbang
a. Memuat uraian singkay mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dari alas an pembuatan Peraturan perundang-undangan
b. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans undang-undang atau peraturan daerah memuat unsure filosofis, yuridis, dan sosologis yang menjadi latar belakang pembuatannya
c. Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan perundang-undangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dari alas an dibuatnya Peraturan Perundang-undangan tersebut
d. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pkiran, tiap=tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
e. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan dengan tanda baca titik koma ;
Contoh
Menimbang :
a. bahwa …….. ;
b. bahwa ……. ;
f. Jika konsiderans meuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terkhir berbunyi sebagai berikut :
Contoh
Menimbang :
a. bahwa ….. ;
b. bahwa …. ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang tentang …….
Contoh untuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang .
Menimbang :
a. bahwa …… ;
b. bahwa …….;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah (Peraturan Presiden)
g. Konsiderans Peraturan Pemerintah cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya merujuk pasal-pasal dari undang-undang yang memerintahkan pembuatannya
Contoh
Menimbang :
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 34 ayat (3) Undang-undang No. 26 Th. 2000 tentang Pengadilan HAM perlu menetapkan PP tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM yang berat.
4. Dasar Hukum
Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat :
a. Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan da Peraturan Perundangan-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Perundang-undangan tersebut.
b. Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk atau Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku tdak dicantumkan sebagai dasar hukum.
c. Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencatuman perlu memperhatikan tata urutan Peraturan Perundang-undangan dan jika tingkatannya sama, disusun secara khronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.
d. Dasar hukum yang diambil dari pasal dalam UUD 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal UUD 1945 ditulis sesudah menyebutkan pasal terakhir dan kedua huruf u ditulis dengan huruf capital
Contoh :
Mengingat :
Pasal 5 ayat 1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
e. Dasar hukum yang bukan UUD 195 tidak perlu mencantumkan pasal tetapi cukup mencantumkan nama judul peraturan perundang-undangan. Penulisan Undang-Undang kedua huruf u ditulis dengan huruf capital
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden perlu dilengkapi dengan pencatuman Lembaran Negara RI yang diletakan di antara tanda baca kurung
Contoh
Mengingat :
1. …………
2. Undang-Undang No. 43 tahun 2993 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara RI Th. 2003 No. 93 ambahan Lembaran Negara RI No.4316).
f. Dasar hukum yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan jaman Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949 ditulis lebih dahulu terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan kemudian judul asli bahasa Belanda dan dilenghkapi dengan tahun dan nomor Staatsblad yang dicetak miring diantara tanda baca kurung.
Contoh
Mengingat :
1. Kitab Undang-Udang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847 :23)
2. …………..
g. S.d.a cara penulisan untuk pencabutan Perundang-undangan yang berasal dari jaman Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonal Belandasampai dengan tanggal 27 Desember 1949.
h. Jika dasar hukummemuat lebih dari satu Peraturan Perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya dan diskhri dengan tanda baca titik koma ;
Contoh :
Mengingat :
1. ………. ;
2. ………..;
3. ………..;
5. Diktum
Diktur terdiri atas kata :
a. Memutuskan
Ditulis seluruhnya dengan huruf capital tanpa spasi diantara suku kata dan diakhiri tanda baca titi dua serta diletakkan ditengan marjin. Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutuskan dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DPR RI dan Presden RI yang diletakkan di tengah marjin .
Contoh Undang-Undang
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
b. Pada Peraturan Daerah, sebelum kata Memutuskan dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DPRD ….. (nama daerah) dan Gubernur/ Bupati/ Walikota …(nama daerah). Yang dituliskan seluruhnya dengan huruf capital dan diletakkan di tengah marjin.
Contoh Peraturan Daerah :
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERA ….. (nama daerah)
dan
GUBERNUR …. (nama daerah)
MEMUTUSKAN
c. Menetapkan
Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua
d. Nama yang tercantum dalam judul Peraturan Perundang-undangan dicantumkan lagi setelah Menetapkan dan didahului dengan pencantuman jenis Perauran Perundang-undangan tanpa frase Republik Indonesia serta ditulis seluruhnya dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca titik
Contoh :
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
e. Pembukaan Peraturan Perundang-undangan tingkat pusat yang tingkatannya lebih rendah daripada Undang-Undang seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Peraturan Pejabat yang setingkat, secara mutatis mutandis berpedoman pada pembukaan UndangUndang
C. BATANG TUBUH
Pada umumnya substansi dalam batang tubuh dikelompokan dalam
1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum ditulis
D. PENUTUP
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Bab. I : Kerangka Peraturan Perundang-undangan :
A : Judul
B : Pembukaan
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C : Batang Tubuh :
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlkan)
5. Ketentuan Penutup
D. : Penjelasan (jika diperlukan)
E. : Lampiran (jika diperlukan)
Bab. II : Hal-hal khusus
A. Pendelegasian Kewenangan
B. Penyidikan
C. Pencabutan
D. Perubahan Peraturan Perundang-undangan
E. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang
F. pengesahan Perrjanjian Internasional
Bab. III : Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan
A. Bahasa Peraturan Perundang-undangan
B. Pilihan Kata atau istilah
C. Tehnik Pengacuan
Bab. IV : Bentuk rancangan Peraturan Perundang-undangan
A. Bentuk Rancangan Undang-undang pada umumnya
B. Bentuk Rancangan Undang-undang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang menjadi Undang-undang
C. Bentuk Rancangan Undang-Undang Pengesahan Perjanjian Internasional yang tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi
D. Bentuk Rancangan Undang-undang Perubahan Undang-undang
E. Bentuk Rancangan Undang-undang pencabutan Undang-undang
F. Bentuk Rancangan Undang-undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ;
G. Bentuk Rancangan Undang-undang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
H. Bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah
I. Bentuk Rancangan Peraturan Presiden
J. Bentuk Rancangan Peraturan
KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Judul
1. Judul Peraturan Perundangan-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan dan nama Peraturan Perundang-undangan
2, Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan si Peraturan Perundang-undangan
3. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan ditengan marjin tanpa diakhri tanda baca
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
5. Pada judul Peraturan Perundangan perubahan ditambahkan frase perubahan atas depan nama Peraturan Perundang-undanga
Contoh :
UNDNG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2003
TENTRANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
6. Jika Peraturan Perundangundangan telah diubah lebih dari 1 kali, diantara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa ali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …… TAHUN ,,,,,,,
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR ………..TAHUN ………TENTANG …..
7. Jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat. Peraturan perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat Peraturan Perundag-undangan yang diubah
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …….TAHUN……
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984
8. Pada judul Peraturan Perundang-undangan pencabutan dsipkan kata pencabutan di depan nama Peratura Perundang-undangan yang dicabut
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1985
TENTANG
PENCABUTAN UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG
9. Pada judul Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang ditetapkan menjadi Undang-Undang, ditambahkan kata penetapan didepan nama Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan dan diakhiri dengan frase menjadi Undang-Undang.
Contoh
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2003
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
MENJADI UNDANG-UNDANG.
10. Pada judul Perauran Perundang-undangan pengesahan perjanjian atau persetujuah Internasional, ditambahkan kata pengesahan di depan nama perjanjian atau persetujuan internasional yang akan disahkan
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
11. Jika dalam perjanjian atau persetujuan internasional bahasa Indonesia digunakan sebagai teks resmi, nama atau persetujuan ditulis dengan Bahasa Indonesia, yang diikuti oleh teks resmi bahasa asing yang ditulis dengan huruf cetak mring dan dletakkan diantara tanda kurung
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
(TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS)
12. Jika dalam perjanjian atau persetujuaninternasional Bahasa Indonesia tidak digunakan sebagai teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam bahasa Ingrris dengan huruf cetak miring dan diikuti oleh terjemahannya dalam bahasa Indoneisa yang diletakan diantara tanda baca kurung.
Contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1997
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST ILLICIT
TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBTANCES, 1988
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG PEMBERANTASAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, 1998)
B. PEMBUKAAN
Pembukaan Peraturan perundang-undangan terdiri atas :
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ,
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital diletakan ditengah .
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
2 Jabatan Pembentuk Peraturan perundang-undangan ,
ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan ditengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
3. Konsiderans
Konsiderans diawali dengan kata menimbang
a. Memuat uraian singkay mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dari alas an pembuatan Peraturan perundang-undangan
b. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans undang-undang atau peraturan daerah memuat unsure filosofis, yuridis, dan sosologis yang menjadi latar belakang pembuatannya
c. Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan perundang-undangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dari alas an dibuatnya Peraturan Perundang-undangan tersebut
d. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pkiran, tiap=tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
e. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan dengan tanda baca titik koma ;
Contoh
Menimbang :
a. bahwa …….. ;
b. bahwa ……. ;
f. Jika konsiderans meuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terkhir berbunyi sebagai berikut :
Contoh
Menimbang :
a. bahwa ….. ;
b. bahwa …. ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang tentang …….
Contoh untuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang .
Menimbang :
a. bahwa …… ;
b. bahwa …….;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah (Peraturan Presiden)
g. Konsiderans Peraturan Pemerintah cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya merujuk pasal-pasal dari undang-undang yang memerintahkan pembuatannya
Contoh
Menimbang :
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 34 ayat (3) Undang-undang No. 26 Th. 2000 tentang Pengadilan HAM perlu menetapkan PP tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM yang berat.
4. Dasar Hukum
Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat :
a. Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan da Peraturan Perundangan-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Perundang-undangan tersebut.
b. Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk atau Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku tdak dicantumkan sebagai dasar hukum.
c. Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencatuman perlu memperhatikan tata urutan Peraturan Perundang-undangan dan jika tingkatannya sama, disusun secara khronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.
d. Dasar hukum yang diambil dari pasal dalam UUD 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal UUD 1945 ditulis sesudah menyebutkan pasal terakhir dan kedua huruf u ditulis dengan huruf capital
Contoh :
Mengingat :
Pasal 5 ayat 1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
e. Dasar hukum yang bukan UUD 195 tidak perlu mencantumkan pasal tetapi cukup mencantumkan nama judul peraturan perundang-undangan. Penulisan Undang-Undang kedua huruf u ditulis dengan huruf capital
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden perlu dilengkapi dengan pencatuman Lembaran Negara RI yang diletakan di antara tanda baca kurung
Contoh
Mengingat :
1. …………
2. Undang-Undang No. 43 tahun 2993 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara RI Th. 2003 No. 93 ambahan Lembaran Negara RI No.4316).
f. Dasar hukum yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan jaman Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949 ditulis lebih dahulu terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan kemudian judul asli bahasa Belanda dan dilenghkapi dengan tahun dan nomor Staatsblad yang dicetak miring diantara tanda baca kurung.
Contoh
Mengingat :
1. Kitab Undang-Udang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847 :23)
2. …………..
g. S.d.a cara penulisan untuk pencabutan Perundang-undangan yang berasal dari jaman Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonal Belandasampai dengan tanggal 27 Desember 1949.
h. Jika dasar hukummemuat lebih dari satu Peraturan Perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya dan diskhri dengan tanda baca titik koma ;
Contoh :
Mengingat :
1. ………. ;
2. ………..;
3. ………..;
5. Diktum
Diktur terdiri atas kata :
a. Memutuskan
Ditulis seluruhnya dengan huruf capital tanpa spasi diantara suku kata dan diakhiri tanda baca titi dua serta diletakkan ditengan marjin. Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutuskan dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DPR RI dan Presden RI yang diletakkan di tengah marjin .
Contoh Undang-Undang
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
b. Pada Peraturan Daerah, sebelum kata Memutuskan dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DPRD ….. (nama daerah) dan Gubernur/ Bupati/ Walikota …(nama daerah). Yang dituliskan seluruhnya dengan huruf capital dan diletakkan di tengah marjin.
Contoh Peraturan Daerah :
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERA ….. (nama daerah)
dan
GUBERNUR …. (nama daerah)
MEMUTUSKAN
c. Menetapkan
Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua
d. Nama yang tercantum dalam judul Peraturan Perundang-undangan dicantumkan lagi setelah Menetapkan dan didahului dengan pencantuman jenis Perauran Perundang-undangan tanpa frase Republik Indonesia serta ditulis seluruhnya dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca titik
Contoh :
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
e. Pembukaan Peraturan Perundang-undangan tingkat pusat yang tingkatannya lebih rendah daripada Undang-Undang seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Peraturan Pejabat yang setingkat, secara mutatis mutandis berpedoman pada pembukaan UndangUndang
C. BATANG TUBUH
Pada umumnya substansi dalam batang tubuh dikelompokan dalam
1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum ditulis
D. PENUTUP
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
JENIS DAN FUNGSI DAN ASAS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
A. Jenis Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 jenis-jenis Peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
* Pusat Peraturan Perundang-undangan Tingkat Pusat Tingkat
1. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
2. Peraturan Pemerintah
3. Keputusan Presiden
4. Keputusan Menteri
5. Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
6. Keputusan Direktur Jenderal Departemen
7. Keputusan Kepala Badan Negara
* Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
1. Peraturan Daerah Tingkat I
2. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk.I
3. Peraturan Daerah Tingkat II
4. Keputusan Bupati/ Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II
Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000, jenis peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia :
* Peraturan Perundang-undangan Tingkat Pusat :
1. Undang-undang
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
3. Peraturan Pemerintah
4. Keputusan Presiden, yang bersifat mengatur
5. Peraturan Daerah
* Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
1. Peraturan daerah Propinsi
2. Peraturn Daerah Kabupaten/ Kota
3. Peraturan Daerah atau setingkat, yang dibuat oleh Lembaga Perwakilan Desa
Selain jenis perundang-undangan tersebut di atas , sesuai penjelasan pasal 7 ayat (4) yakni peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat ; 2. Mahkamah Agung ; 3. Mahkamah Konstitusi ; 4. Badan Pemeriksa Keuangan ; 5. Gubernur Bank Indonesia ; 6. Menteri dll
Peraturan Perundangan Tingkat Pusat :
1. Dalam pembetukannya harus mendapat persetujuan DPR (pasal 20 ayat (2) amandemen UUD 1945 apabila Rancangan datang dari Pemerintah ( pasal 5 ayat (1) amandemen UUD 1945 namun DPR juga berhak membentuk UU ( pasal 20 ayat (1) amandemen UUD 1945 dengan mendapat persetujuan Presiden
2. Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah terdiri dari :Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
a. Peraturan Daerah.
1). Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD
2). Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan ;
3). Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan cirri khas masing-masing daerh ;
4). Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
5). Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah
B. Jenis-jenis peraturan dari zaman Hindia Belanda
Jenis-jenis peraturan perundang-undangan dari zaman Hindia Belanda ini masih berlaku berdasarkan ketentuan Peralihan Pasal II dari UUD 1945 yang berbunyi : “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih tetap masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
Jenis peraturan perundang-undangan sisa zaman Hindia Belandayang kini masih ada dan masih berlaku adalah :
1. Wet .
Wet merupakan suau peraturan perundang-undangan yang dibentuk di Negeri Belanda, oleh Regering dan Staten General bersama-sama (gezamelijk) dengan nasihat (advise) dari Raad van State. Wet ini berlaku untuk wilayah Belanda dan Hindia Belanda.
Dari beberapa wet yang masih berlaku di Negara kita sampai saat ini misalnya Wetboek van Strafrecht yang diterjemahkan dengan Kitab Undang-Undang Pidana. Wetboek van Koophandel yang diterjemahkan dengan itab Undang-Undang Hukum Dagang, ataupun Burgerlijk Wetboek yang diterjemahkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Algemene Maatregel van Bestur (AMvB)
Algemene Matregel van Bestuur (AMvB) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Kroon (Raja) dan Menteri-menteri serta mendapatkan nasihat (advise) dari Raad van State . Peraturan perundang-undangan ini berlaku untuk Negeri Belanda dan Hindia Belanda tetapi dibentuk di Belanda. Algemene Maatregel van Bestuur ini adalah peraturan yang disetingkatkan dengan Undang-Undang
3. Ordonantie
Ordonantie adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Goeverneur General (Gubernur Jenderal) dan Volksraad (Dewan Rakyat) di Jakarta dan berlaku bagi Wilayah Hindia Belanda. Bagi Ordonantie yang masih berlaku di Indonesia kedudukannya disetingkatkan dengan Undang-undang
4. Regeringsverordering (Rv)
Regeringsverordering adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Gouverneur General di Jakarta, dan berlaku di wilayah Hindia Belanda Regeringsverordering ini merupakan peraturan pelaksanaan bagi Wet, Algemene Maatregel van Bestuur, dan Ordonantie. Regeringsverordering merupakan suatu peraturan yang disetingkatkan dengan Peraturan Pemerintah.
C. Bentuk-bentuk peraturan perundangan pusat sebelumnya :
a. Masa sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk peraturan perundang-undangan yang terdapat penyebutannya di dalam Undang-Undang Dasar sebagai berikut :
1) Masa berlakunya Undang-Undang Dasar sementara.
Bentuk-bentuk peraturan yang dapat dikeluarkan oleh penguasa pada masa UUDS ialah :
a). Undang-undang, yaitu bentuk peraturan atau ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan pasal 89 UUDS ;
b). Undang-undang Darurat, yaitu suatu bentuk peraturan yang dibuat oleh Pemerintah sendiri dalam hal ikhwal yang mendesak, berdasarkan pasal 96 UUDS ;
c). Peraturan Pemerintah, yaitu suatu bentuk peraturan yang dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan lebih lanjut.
2). Masa berlakunya Konstitusi RIS
Sebelum masa berlakunya UUDS, dapat pula disebutkan masa berlakunya Konstitusi RIS, adapun bentuk-bentuk peraturan perundangannya sbb.
a). Undang-undang Federal
Undang-undang Federal adalah bentuk peraturan atau ketetapan yang dibuat oleh Negara Federal yang terdiri dari
(1) Undang-undang Federal yang dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan akyat Federal dan senat, sekedar hal itu mengenai peraturan-peraturan tentang hal-hal yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian aau bagian-bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah yang tersebut dalam pasal 2 Konstitusi RIS
(2) Undang-undang Federal yang dibuat oleh Pemerintah bersma-sama Dewan Perwakilan Rakyat Federal. Undang-undang ini mengatur persoalan-persoalan selebihnya (pasal 127 b Konstitusi RIS)
b). Undang-undang Darurat Federal ialah perauran atau ketetapan yang dibuat oleh Pemerintah sendiri dalam hal ikhwal yang mendesak, hal mana didasrkan pada pasal 139 Konstitusi RIS.
c). Peraturan Pemerintah Federal ialah peraturan atau ketetapan yang dibuat oleh Pemerintah, untuk melaksanakan undang-undang (pasal 141 Konstitus RIS
3). Masa berlakunya Undang-undang Dasar 1945 (1945-1950).
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, bentuk-bentuk peraturan perundangannya yang dikeluarkan oleh pusat berupa
a). Undang-undang, yaitu peraturan atau ketetapan yang dibuat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
b). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, yaitu peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam hal ikhwal yang mendesak ;
c). Peraturan Pemerintah, yaitu peraturan yang dibuat oleh Presiden sendiri untuk melaksanakan Undang-undang.
4) Masa sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah Dekrit 5 Juli 1959 berarti kembali berlaku Undang-undang Dasar 1945, sebab Dekrit 5 Juli 1959 ialah merupakan sumber hukum bagi berlakunya Undang-Undang Dasar 1945.
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Keputusan Presiden
f. Peraturan Pelaksanaan lainnya.
.B. Fungsi Peraturan Perundang-undangan
1. Fungsi Undang-undang dan PERPU
a. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang Undang Dasar 1945 (18 masalah yang harus diatur dalam UU a.l. Susduk MPR dan DPR, Pemerintahan Daerah dll)
b. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang Tubuh (Penjelasan umum UUD 1945 alinea IV )
c. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam TAP MPR (Pemilu) ;
d. Pengaturan di bidang materi Konstitusi.(perpajakan/ perkawinan)
2. Fungsi Peraturan Pemerintah
a. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang (PP No. 9
Th. 1975 tentang Perkawinan, PP No. 42 Th. 2006 tentang Wakaf)
b. Menyelenggaraakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas menyebutnya
3. Fungsi Keputusan Presiden
a. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan ekuasaan pemerintahan
b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya
c. Menyelenggaraakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas menyebutnya
4. Fungsi Peraturan Daerah :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah propinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan
b. Penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan cirri khasi masing-masing daerah.
C Asas Perundang-undangan
a) Undang-undang tidak berlaku surut (Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenale) ;
b) Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan Undang
undang yang terdahulu (Lex posteriore derogat lex priori) ;
c) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula, terkecuali dalam suatu hal, peraturan yang lebih rendah dapat meniadakan peraturan/ perundangan yang lebi tinggi, yaitu dengan adanya pemberian kuasa terutama tentang kewenangan perundang-undangan (delegatie van wetgevende bevoegdheid)
d) Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum ( Lex specialis derogat legi generaly)
e) Undang-undang tak dapat diganggu gugat, sehingga undang-undang yang telah diundangkan dianggap telah diketahui oleh setiap orang.
D. Suatu undang-undang tidak berlaku lagi, jika :
a) Jangka waktu berlakunya yang telah ditentukan Undang-undang ybs.sudah habis ;
b) Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu dibuat sudah tidak ada lagi ;
c) Undang-undang itu dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi ;
d) Telah ada undang-undang yang baru yang isinya bertentangan atau berlainan dengan undang-undang yang dulu berlaku.
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Berdasarkan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 jenis-jenis Peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
* Pusat Peraturan Perundang-undangan Tingkat Pusat Tingkat
1. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
2. Peraturan Pemerintah
3. Keputusan Presiden
4. Keputusan Menteri
5. Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
6. Keputusan Direktur Jenderal Departemen
7. Keputusan Kepala Badan Negara
* Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
1. Peraturan Daerah Tingkat I
2. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk.I
3. Peraturan Daerah Tingkat II
4. Keputusan Bupati/ Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II
Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000, jenis peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia :
* Peraturan Perundang-undangan Tingkat Pusat :
1. Undang-undang
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
3. Peraturan Pemerintah
4. Keputusan Presiden, yang bersifat mengatur
5. Peraturan Daerah
* Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
1. Peraturan daerah Propinsi
2. Peraturn Daerah Kabupaten/ Kota
3. Peraturan Daerah atau setingkat, yang dibuat oleh Lembaga Perwakilan Desa
Selain jenis perundang-undangan tersebut di atas , sesuai penjelasan pasal 7 ayat (4) yakni peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat ; 2. Mahkamah Agung ; 3. Mahkamah Konstitusi ; 4. Badan Pemeriksa Keuangan ; 5. Gubernur Bank Indonesia ; 6. Menteri dll
Peraturan Perundangan Tingkat Pusat :
1. Dalam pembetukannya harus mendapat persetujuan DPR (pasal 20 ayat (2) amandemen UUD 1945 apabila Rancangan datang dari Pemerintah ( pasal 5 ayat (1) amandemen UUD 1945 namun DPR juga berhak membentuk UU ( pasal 20 ayat (1) amandemen UUD 1945 dengan mendapat persetujuan Presiden
2. Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah terdiri dari :Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
a. Peraturan Daerah.
1). Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD
2). Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan ;
3). Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan cirri khas masing-masing daerh ;
4). Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
5). Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah
B. Jenis-jenis peraturan dari zaman Hindia Belanda
Jenis-jenis peraturan perundang-undangan dari zaman Hindia Belanda ini masih berlaku berdasarkan ketentuan Peralihan Pasal II dari UUD 1945 yang berbunyi : “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih tetap masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
Jenis peraturan perundang-undangan sisa zaman Hindia Belandayang kini masih ada dan masih berlaku adalah :
1. Wet .
Wet merupakan suau peraturan perundang-undangan yang dibentuk di Negeri Belanda, oleh Regering dan Staten General bersama-sama (gezamelijk) dengan nasihat (advise) dari Raad van State. Wet ini berlaku untuk wilayah Belanda dan Hindia Belanda.
Dari beberapa wet yang masih berlaku di Negara kita sampai saat ini misalnya Wetboek van Strafrecht yang diterjemahkan dengan Kitab Undang-Undang Pidana. Wetboek van Koophandel yang diterjemahkan dengan itab Undang-Undang Hukum Dagang, ataupun Burgerlijk Wetboek yang diterjemahkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2. Algemene Maatregel van Bestur (AMvB)
Algemene Matregel van Bestuur (AMvB) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Kroon (Raja) dan Menteri-menteri serta mendapatkan nasihat (advise) dari Raad van State . Peraturan perundang-undangan ini berlaku untuk Negeri Belanda dan Hindia Belanda tetapi dibentuk di Belanda. Algemene Maatregel van Bestuur ini adalah peraturan yang disetingkatkan dengan Undang-Undang
3. Ordonantie
Ordonantie adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Goeverneur General (Gubernur Jenderal) dan Volksraad (Dewan Rakyat) di Jakarta dan berlaku bagi Wilayah Hindia Belanda. Bagi Ordonantie yang masih berlaku di Indonesia kedudukannya disetingkatkan dengan Undang-undang
4. Regeringsverordering (Rv)
Regeringsverordering adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Gouverneur General di Jakarta, dan berlaku di wilayah Hindia Belanda Regeringsverordering ini merupakan peraturan pelaksanaan bagi Wet, Algemene Maatregel van Bestuur, dan Ordonantie. Regeringsverordering merupakan suatu peraturan yang disetingkatkan dengan Peraturan Pemerintah.
C. Bentuk-bentuk peraturan perundangan pusat sebelumnya :
a. Masa sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk peraturan perundang-undangan yang terdapat penyebutannya di dalam Undang-Undang Dasar sebagai berikut :
1) Masa berlakunya Undang-Undang Dasar sementara.
Bentuk-bentuk peraturan yang dapat dikeluarkan oleh penguasa pada masa UUDS ialah :
a). Undang-undang, yaitu bentuk peraturan atau ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan pasal 89 UUDS ;
b). Undang-undang Darurat, yaitu suatu bentuk peraturan yang dibuat oleh Pemerintah sendiri dalam hal ikhwal yang mendesak, berdasarkan pasal 96 UUDS ;
c). Peraturan Pemerintah, yaitu suatu bentuk peraturan yang dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan lebih lanjut.
2). Masa berlakunya Konstitusi RIS
Sebelum masa berlakunya UUDS, dapat pula disebutkan masa berlakunya Konstitusi RIS, adapun bentuk-bentuk peraturan perundangannya sbb.
a). Undang-undang Federal
Undang-undang Federal adalah bentuk peraturan atau ketetapan yang dibuat oleh Negara Federal yang terdiri dari
(1) Undang-undang Federal yang dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan akyat Federal dan senat, sekedar hal itu mengenai peraturan-peraturan tentang hal-hal yang khusus mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian aau bagian-bagiannya, ataupun yang khusus mengenai perhubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah yang tersebut dalam pasal 2 Konstitusi RIS
(2) Undang-undang Federal yang dibuat oleh Pemerintah bersma-sama Dewan Perwakilan Rakyat Federal. Undang-undang ini mengatur persoalan-persoalan selebihnya (pasal 127 b Konstitusi RIS)
b). Undang-undang Darurat Federal ialah perauran atau ketetapan yang dibuat oleh Pemerintah sendiri dalam hal ikhwal yang mendesak, hal mana didasrkan pada pasal 139 Konstitusi RIS.
c). Peraturan Pemerintah Federal ialah peraturan atau ketetapan yang dibuat oleh Pemerintah, untuk melaksanakan undang-undang (pasal 141 Konstitus RIS
3). Masa berlakunya Undang-undang Dasar 1945 (1945-1950).
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, bentuk-bentuk peraturan perundangannya yang dikeluarkan oleh pusat berupa
a). Undang-undang, yaitu peraturan atau ketetapan yang dibuat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
b). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, yaitu peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam hal ikhwal yang mendesak ;
c). Peraturan Pemerintah, yaitu peraturan yang dibuat oleh Presiden sendiri untuk melaksanakan Undang-undang.
4) Masa sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sesudah Dekrit 5 Juli 1959 berarti kembali berlaku Undang-undang Dasar 1945, sebab Dekrit 5 Juli 1959 ialah merupakan sumber hukum bagi berlakunya Undang-Undang Dasar 1945.
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Keputusan Presiden
f. Peraturan Pelaksanaan lainnya.
.B. Fungsi Peraturan Perundang-undangan
1. Fungsi Undang-undang dan PERPU
a. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang Undang Dasar 1945 (18 masalah yang harus diatur dalam UU a.l. Susduk MPR dan DPR, Pemerintahan Daerah dll)
b. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang Tubuh (Penjelasan umum UUD 1945 alinea IV )
c. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam TAP MPR (Pemilu) ;
d. Pengaturan di bidang materi Konstitusi.(perpajakan/ perkawinan)
2. Fungsi Peraturan Pemerintah
a. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang (PP No. 9
Th. 1975 tentang Perkawinan, PP No. 42 Th. 2006 tentang Wakaf)
b. Menyelenggaraakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas menyebutnya
3. Fungsi Keputusan Presiden
a. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan ekuasaan pemerintahan
b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya
c. Menyelenggaraakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas menyebutnya
4. Fungsi Peraturan Daerah :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah propinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan
b. Penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan cirri khasi masing-masing daerah.
C Asas Perundang-undangan
a) Undang-undang tidak berlaku surut (Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenale) ;
b) Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan Undang
undang yang terdahulu (Lex posteriore derogat lex priori) ;
c) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula, terkecuali dalam suatu hal, peraturan yang lebih rendah dapat meniadakan peraturan/ perundangan yang lebi tinggi, yaitu dengan adanya pemberian kuasa terutama tentang kewenangan perundang-undangan (delegatie van wetgevende bevoegdheid)
d) Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum ( Lex specialis derogat legi generaly)
e) Undang-undang tak dapat diganggu gugat, sehingga undang-undang yang telah diundangkan dianggap telah diketahui oleh setiap orang.
D. Suatu undang-undang tidak berlaku lagi, jika :
a) Jangka waktu berlakunya yang telah ditentukan Undang-undang ybs.sudah habis ;
b) Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu dibuat sudah tidak ada lagi ;
c) Undang-undang itu dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi ;
d) Telah ada undang-undang yang baru yang isinya bertentangan atau berlainan dengan undang-undang yang dulu berlaku.
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH DAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Presiden Penyelenggara Tertinggi Pemerintah Negara RI ;
Sistem Pemerintahan Negara RI, seperti terkandung da;am UUD 1945 maupun setelah mengalami amandemen mencerminkan kehidupan ketatanegaraan yang khas Indonesia . Di dalam UUD 145/ amandemen, bahwa kedaulatan rakyat berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Presiden/ Wk.Presiden RI hasil pemilu secara langsung oleh rakyat diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden dalam menjalankan pemerintahan , melputi apa yang oleh Monsquieau disebut kekuasaan eksekutif dan legislatief (dengan persetujuan DPR). Dengan demikian selain sebagai penyelenggara tertinggi Pemerintahan Negara, Presiden RI adalah juga penyelenggara perundang-undangan disamping DPR.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, nampaknya kekuasaan pemerintahan terpusat pada Pesiden, karena kedaulatan ditangan rakyat dan yang menjalankan kedaulatan adalah Majelis Permusyawaratan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. MPR yang semula sebagai Konstituante menetapkan UUD , kemudian MPR menetapkan GBHN, memlih dan mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wk. Kepala Negara (Wkl. Presiden ). Namun saat ini Presiden dipilih langsung oleh rakyat, MPR hanya mengakat Presiden dan Wk. Presiden. Disamping itu tidak lagi menetapkan GBHN.
Dengan demikian Presiden bertugas Menjalankan UUD 1945 (amandemen) dan menjalankan pemerintahan negara pada umumnya.
Untuk menjalankan tugas-tugas tersebut, diperlukan adanya peraturan perundang-undangan , sehingga Presiden RI ia adalah Kepala Negara dan sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan Tertinggi Negara RI, yang didalamnya tercakup pula sebagai penyelenggara peraturan perundang-undangan. Negara.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai Penyelenggara Tertinggi Pemerintahan Negara, Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden , Pejabat.pejabat setingkat Menteri, Menteri-menteri Negara, dan juga Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pejabat-pejabat setingkat Menteri adalah :
1. Panglima angkatan Bersenjata Republik Indonesia ;
2. Jaksa Agung Republik Indonesia
3. Gubernur Bank Indonesia
Ketiga pejabat setingkat Menteri tersebut membantu Presiden dalam bidangnya masing-masing, tetapi tidak terkait langsung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pembantu Presiden lainnya yang merupakan juga lembaga-lembaga pemerintahan dalam perundang-undangan adalah sebagai berikut :
B. Menteri-Menteri Negara
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Presiden dibantu oleh Menteri –menteri Negara. Hal tersebut ditentukan oleh pasal 17 UUD 1945 (amandeman) yang berbunyi :
Pasal ayat (1) : Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara .
ayat (2) : Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
ayat (3) : Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
ayat (4) : Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang
Sebagai pemimpin Departemen, Menteri mengetahui seluk beluk, hal-hal yang mengenai lingkungan kerjanya dan bidang tugasnya. Oleh karena itu, Menteri mempuynai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang berhubungan dengan Departemennya. Untuk menetapkan politik Pemerintahan dan kordinasi di dalam pemerintahan negara, para Menteri bekerja satu sama lainnya seerat-eratnya di bawah pimpinan Presiden.
Berdasarkan ketentuan pasal 17 UUD 1945, jelaslah bahwa pemerintahan menganut sistem Presidentil bukan Parlementer karena Menteri-menteri Negara ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan mereka bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada DPR.
Semua menteri yang membantu Presiden saat ini adalah menteri negara yang dalam penyebutannya dibedakan sebagai : Menteri Koordinator (Menko), Menteri Negara (Meneg), Menteri Departemen yang biasa disebut Menteri saja.
Untuk memberi gambaran terhadap tugas menteri-menteri negara dalam mebantu Presiden sesuai dengan kedudukannya, sebagai berikut :
1. Menteri Koordinator (Menko).
Berdasarkan Keppres No. 12 Th. 1978 tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menko serta susunan organisasi staf Menko RI, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Menko dalam pemerintahan Negara RI adalah Menteri Negara yang membantu Prsiden dengan tugas pokok mengkoordinasikan penyiaan dan penyusunan kebjaksanaan serta pelaksanaan di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara.
Pada saat ini ada 3 (tiga) Menteri Koordinator yaitu :
a. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bertugas mengkoordinasikan penyiapan dan penyusunan kebijaksanaan sertaa pelaksanaannya di bidang ekonomi,
b. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam), yang bertugas mengkoordinasikan penyusunan dan penyiapan kebijaksanaan serta pelaksanaannya di bidang politik, hukum dan keamanan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
c. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, (Menko Kesra), yang bertugas mengkoordinasikan penyusunan dan penyiapan kebijaksanaan serta pelaksanaan kegatankegiatan di bdang kesejahteraan masyarakat .
2. Menteri Negara (Meneg)
Saat ini ada dua belas Menteri Negara
a. Menteri Negara Sekretaris Negara, yang bertugas :
1). Membantu Presiden dalam memperlancar pelaksaaan tugasnya yang bersangkutan dengan penyelenggaraan kekuasaan Negara dan pemerintahan yang meliputi adaministrasi pemerintahan dan administrasi pembangunan dalam art luas
2). Menyelenggarakan koordinasi dan pelayanan administyrasi dan keuangan Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen, Menteri-menteri Negara yang tidak memimpin Departemen serta Lembaga-lembaga lain yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Keppres No. 8 Th. 1978)
b. Menteri Negara Sekretaris Kabinet, bertugas menyelenggarakan pelayanan terhadap kegiatan-kegiatan Pemerintahan dari Presiden selaku Kepala Pemerintahan (Keppres No. 8 Th. 1978).
c. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, mempunyai tugas pokok menangani hal-hal yang berhubungan dengan perencanaan pembangunan Nasional (merangkap Ketua Bappenas)
d. Menteri Negara Riset dan Teknologi (MENRISTEK) mempunyai tughas pokok menangani hal-hal yang berhubungan dengan riset dan teknologi (merangkap Ketua BPPT/ Kepala BPIS)
e. Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah , mempunyai tugas pokok menangani hal-hal yang berhubungan dengan koperasi, usaha kecil dan menengah ) ;
f. Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, mempunyai tugas pokok menangani hal-hal yang berkaitan pembangunan daerah yang masih tertinggal pembangunaannya ;
g.. Menteri Negara Perumahan Rakyat (MENPERA), mempunyai tugas pokok menangani masalah perumahan rakyat ;
h. Menteri Negara Lingkungan Hidup (MENLH), mempunyai tugas pokok yang berhubungan denga lingkungan hdup ;
i. Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (MENUPW), mempunyai tugas pokok menangani peranan wanita dalam pembangunan di segala bidang ;
j. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (MENPORA), mempunyai tugas pokok masalah kepemudaan dan keolahragaan ;
k. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN), mempunyai tugas pokok menangani peningkatan pendayaguaan aparatur negara.
l. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, mempunyai tugas pokok menangani BUMN
3. Menteri Departemen (Menteri)
Kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menteri Departemen serta susunan organisasinya ditetapkan engan Keppres No. 15 Th. 1984.
Saat ini ada 20 Menteri yang memegang Departemen sbb.
a.Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI), tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pemerintahan mum, otonomi daerah, pembangunan masyarakat desa dan agraris
b.Departemen Luar Negeri (DEPARLU), tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang politik dan hubungan luar negeri
c.Departemen Pertahanan dan Keamanan (DEPHANKAM), tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pengelolaan dan pertahanan keamanan negara ;
d.Departemen Kehakiman dan HAM, tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum dan HAM ;
e.Departemen Komunikasi dan Informatika tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang penerangan
f.Departemen Keuangan, tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang keuangan ;
g.Departemen Perindustrian (DEPERIN) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perindustrian ;
h.Departemen Perdagangan (DEPERDAG) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perdagangan
i.Departemen Pertanianm (DEPTAN) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertanian
j.Departemen Pertambangan dan Sumberdaya Mineral tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertambangan dan energi ;
k.Departemen Kehutanan tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kehutanan
l.Departmen Pekerjaan Umum , tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pekerjaan umum ;
m. Departemen Perhubungan (DEPHUB) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perhubungan ;
n.Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kebudayaan dan pariwisata ;
o.Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang ketenaga kerjaan dan transmigrasi
p.Departemen Pendidikan Nasional 9DEPDIKNAS) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pendidikan nasional
q.Departemen Agama (DEPAG) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang AGAMA
r.Departemen Kesehatan dan Masyarakat tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kesehatan masyarakat ;
s.Departemen Sosial (DEPSOS) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang sosial ;
t.Departemen Kelautan dan Perikanan tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kelautan dan perikanan
C. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah lembaga pemerintah Tingkat Pusat yang menjalankan wewenang, tugas dan tangung jawabnya menyelenggarakan pemerintahan di bidang-bidang tertentu.
Lembaga Pemerintah Non Departemen ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden .
Saat ini ada 26 Lembaga Pemerintah Non Departemen (LNDP)
1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
2. Badan Intelijen Nasional (BAKIN)
3. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
4. Badan Koordinasi Keluarga Berencana ( BKKBN)
5. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
6. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal);
7. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
8. Badan Narkotika Nasional (BNN)
9. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
10. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
11. Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA)
12. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
13. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)
14. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
15. Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT)
16. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
17. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
18 Badan Pusat Statistik (BPS)
19, Badan SAR Nasional (Basarnas)
20. Badan Standardisasi Nasional (BSN)
21. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
22. Lembaga Administrasi Negara (LAN) ;
23. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
24. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
25. Lembaga Penerbangan dan Antarariksa Nasional (LAPAN)
26. Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg);
27. Perpustakaan Nasional Indonesia ( Perpunas)
28. Badan Urusan Logistik (BULOG)
D. Direktorat
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Sistem Pemerintahan Negara RI, seperti terkandung da;am UUD 1945 maupun setelah mengalami amandemen mencerminkan kehidupan ketatanegaraan yang khas Indonesia . Di dalam UUD 145/ amandemen, bahwa kedaulatan rakyat berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Presiden/ Wk.Presiden RI hasil pemilu secara langsung oleh rakyat diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden dalam menjalankan pemerintahan , melputi apa yang oleh Monsquieau disebut kekuasaan eksekutif dan legislatief (dengan persetujuan DPR). Dengan demikian selain sebagai penyelenggara tertinggi Pemerintahan Negara, Presiden RI adalah juga penyelenggara perundang-undangan disamping DPR.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, nampaknya kekuasaan pemerintahan terpusat pada Pesiden, karena kedaulatan ditangan rakyat dan yang menjalankan kedaulatan adalah Majelis Permusyawaratan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. MPR yang semula sebagai Konstituante menetapkan UUD , kemudian MPR menetapkan GBHN, memlih dan mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wk. Kepala Negara (Wkl. Presiden ). Namun saat ini Presiden dipilih langsung oleh rakyat, MPR hanya mengakat Presiden dan Wk. Presiden. Disamping itu tidak lagi menetapkan GBHN.
Dengan demikian Presiden bertugas Menjalankan UUD 1945 (amandemen) dan menjalankan pemerintahan negara pada umumnya.
Untuk menjalankan tugas-tugas tersebut, diperlukan adanya peraturan perundang-undangan , sehingga Presiden RI ia adalah Kepala Negara dan sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan Tertinggi Negara RI, yang didalamnya tercakup pula sebagai penyelenggara peraturan perundang-undangan. Negara.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai Penyelenggara Tertinggi Pemerintahan Negara, Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden , Pejabat.pejabat setingkat Menteri, Menteri-menteri Negara, dan juga Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pejabat-pejabat setingkat Menteri adalah :
1. Panglima angkatan Bersenjata Republik Indonesia ;
2. Jaksa Agung Republik Indonesia
3. Gubernur Bank Indonesia
Ketiga pejabat setingkat Menteri tersebut membantu Presiden dalam bidangnya masing-masing, tetapi tidak terkait langsung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pembantu Presiden lainnya yang merupakan juga lembaga-lembaga pemerintahan dalam perundang-undangan adalah sebagai berikut :
B. Menteri-Menteri Negara
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Presiden dibantu oleh Menteri –menteri Negara. Hal tersebut ditentukan oleh pasal 17 UUD 1945 (amandeman) yang berbunyi :
Pasal ayat (1) : Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara .
ayat (2) : Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
ayat (3) : Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
ayat (4) : Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang
Sebagai pemimpin Departemen, Menteri mengetahui seluk beluk, hal-hal yang mengenai lingkungan kerjanya dan bidang tugasnya. Oleh karena itu, Menteri mempuynai pengaruh besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang berhubungan dengan Departemennya. Untuk menetapkan politik Pemerintahan dan kordinasi di dalam pemerintahan negara, para Menteri bekerja satu sama lainnya seerat-eratnya di bawah pimpinan Presiden.
Berdasarkan ketentuan pasal 17 UUD 1945, jelaslah bahwa pemerintahan menganut sistem Presidentil bukan Parlementer karena Menteri-menteri Negara ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan mereka bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada DPR.
Semua menteri yang membantu Presiden saat ini adalah menteri negara yang dalam penyebutannya dibedakan sebagai : Menteri Koordinator (Menko), Menteri Negara (Meneg), Menteri Departemen yang biasa disebut Menteri saja.
Untuk memberi gambaran terhadap tugas menteri-menteri negara dalam mebantu Presiden sesuai dengan kedudukannya, sebagai berikut :
1. Menteri Koordinator (Menko).
Berdasarkan Keppres No. 12 Th. 1978 tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menko serta susunan organisasi staf Menko RI, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Menko dalam pemerintahan Negara RI adalah Menteri Negara yang membantu Prsiden dengan tugas pokok mengkoordinasikan penyiaan dan penyusunan kebjaksanaan serta pelaksanaan di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara.
Pada saat ini ada 3 (tiga) Menteri Koordinator yaitu :
a. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bertugas mengkoordinasikan penyiapan dan penyusunan kebijaksanaan sertaa pelaksanaannya di bidang ekonomi,
b. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam), yang bertugas mengkoordinasikan penyusunan dan penyiapan kebijaksanaan serta pelaksanaannya di bidang politik, hukum dan keamanan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
c. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, (Menko Kesra), yang bertugas mengkoordinasikan penyusunan dan penyiapan kebijaksanaan serta pelaksanaan kegatankegiatan di bdang kesejahteraan masyarakat .
2. Menteri Negara (Meneg)
Saat ini ada dua belas Menteri Negara
a. Menteri Negara Sekretaris Negara, yang bertugas :
1). Membantu Presiden dalam memperlancar pelaksaaan tugasnya yang bersangkutan dengan penyelenggaraan kekuasaan Negara dan pemerintahan yang meliputi adaministrasi pemerintahan dan administrasi pembangunan dalam art luas
2). Menyelenggarakan koordinasi dan pelayanan administyrasi dan keuangan Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen, Menteri-menteri Negara yang tidak memimpin Departemen serta Lembaga-lembaga lain yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Keppres No. 8 Th. 1978)
b. Menteri Negara Sekretaris Kabinet, bertugas menyelenggarakan pelayanan terhadap kegiatan-kegiatan Pemerintahan dari Presiden selaku Kepala Pemerintahan (Keppres No. 8 Th. 1978).
c. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, mempunyai tugas pokok menangani hal-hal yang berhubungan dengan perencanaan pembangunan Nasional (merangkap Ketua Bappenas)
d. Menteri Negara Riset dan Teknologi (MENRISTEK) mempunyai tughas pokok menangani hal-hal yang berhubungan dengan riset dan teknologi (merangkap Ketua BPPT/ Kepala BPIS)
e. Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah , mempunyai tugas pokok menangani hal-hal yang berhubungan dengan koperasi, usaha kecil dan menengah ) ;
f. Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, mempunyai tugas pokok menangani hal-hal yang berkaitan pembangunan daerah yang masih tertinggal pembangunaannya ;
g.. Menteri Negara Perumahan Rakyat (MENPERA), mempunyai tugas pokok menangani masalah perumahan rakyat ;
h. Menteri Negara Lingkungan Hidup (MENLH), mempunyai tugas pokok yang berhubungan denga lingkungan hdup ;
i. Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (MENUPW), mempunyai tugas pokok menangani peranan wanita dalam pembangunan di segala bidang ;
j. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (MENPORA), mempunyai tugas pokok masalah kepemudaan dan keolahragaan ;
k. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN), mempunyai tugas pokok menangani peningkatan pendayaguaan aparatur negara.
l. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, mempunyai tugas pokok menangani BUMN
3. Menteri Departemen (Menteri)
Kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menteri Departemen serta susunan organisasinya ditetapkan engan Keppres No. 15 Th. 1984.
Saat ini ada 20 Menteri yang memegang Departemen sbb.
a.Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI), tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pemerintahan mum, otonomi daerah, pembangunan masyarakat desa dan agraris
b.Departemen Luar Negeri (DEPARLU), tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang politik dan hubungan luar negeri
c.Departemen Pertahanan dan Keamanan (DEPHANKAM), tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pengelolaan dan pertahanan keamanan negara ;
d.Departemen Kehakiman dan HAM, tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum dan HAM ;
e.Departemen Komunikasi dan Informatika tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang penerangan
f.Departemen Keuangan, tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang keuangan ;
g.Departemen Perindustrian (DEPERIN) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perindustrian ;
h.Departemen Perdagangan (DEPERDAG) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perdagangan
i.Departemen Pertanianm (DEPTAN) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertanian
j.Departemen Pertambangan dan Sumberdaya Mineral tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pertambangan dan energi ;
k.Departemen Kehutanan tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kehutanan
l.Departmen Pekerjaan Umum , tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pekerjaan umum ;
m. Departemen Perhubungan (DEPHUB) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang perhubungan ;
n.Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kebudayaan dan pariwisata ;
o.Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang ketenaga kerjaan dan transmigrasi
p.Departemen Pendidikan Nasional 9DEPDIKNAS) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pendidikan nasional
q.Departemen Agama (DEPAG) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang AGAMA
r.Departemen Kesehatan dan Masyarakat tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kesehatan masyarakat ;
s.Departemen Sosial (DEPSOS) tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang sosial ;
t.Departemen Kelautan dan Perikanan tugas pokoknya adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang kelautan dan perikanan
C. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah lembaga pemerintah Tingkat Pusat yang menjalankan wewenang, tugas dan tangung jawabnya menyelenggarakan pemerintahan di bidang-bidang tertentu.
Lembaga Pemerintah Non Departemen ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden .
Saat ini ada 26 Lembaga Pemerintah Non Departemen (LNDP)
1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
2. Badan Intelijen Nasional (BAKIN)
3. Badan Kepegawaian Negara (BKN)
4. Badan Koordinasi Keluarga Berencana ( BKKBN)
5. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
6. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal);
7. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
8. Badan Narkotika Nasional (BNN)
9. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
10. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
11. Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA)
12. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
13. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)
14. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
15. Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT)
16. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
17. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
18 Badan Pusat Statistik (BPS)
19, Badan SAR Nasional (Basarnas)
20. Badan Standardisasi Nasional (BSN)
21. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
22. Lembaga Administrasi Negara (LAN) ;
23. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
24. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
25. Lembaga Penerbangan dan Antarariksa Nasional (LAPAN)
26. Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg);
27. Perpustakaan Nasional Indonesia ( Perpunas)
28. Badan Urusan Logistik (BULOG)
D. Direktorat
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA, FUNGSI DAN PERANANNYA DALAM PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia menurut UUD 1945
Sesuai dengan UUD 1945, Indonesia alah suatu negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada umumnya (genus begrip), amun disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, dengan menggunakan ukuran baik pandangan hidup maupun pandangan bernegara bangsa Indonesia.
Apabila kita perhatikan pada UUD 1945, di dalamnya ditegaskan bahwa sistem pemerintahan nya adalah :
1. Negara Indonesia adalah Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat) ;
2. Pemerintahan berdasar atas sistem Konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas) ;
3. Kekuasaan Negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gesamte Staatgewalt liegt allein bei der Majelis). Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden).
4. Presiden ialah penyelenggara Pemerintahan negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab ditangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the President).
5. Preiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam membentuk Undang-Undang, dan menetapkan APBN harus mendapat persetujuan DPR. Oleh karena itu Presiden harus bekerja sama dengan DPR, tetapi tidak bertangung jawab kepada DPR
6. Menteri Negara adaah pembantu Presiden, tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri tersebut tidak bertnanggung jawab kepada DPR, sehingga kedudukannya tidak tergantung kepada DPR, tetapi tergantung pada Presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator (kekuasaanya tidak tak terbatas).DPR senatiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden
Mengenai kekuasaan dalam Negara, berdasarn ajaran Trias Politica dari Montesquieu dalam bukunya L ’Esprit des Lois (1978) membagi kekuasaan negara kedalam :
1. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membentuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang yang berlaku dalam suatu negara
2. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan Undang-undang atau melaksanakan ketentuan-ketentuan hkum dalam bentuk undang-undang yang berlaku dalam suatu negara ;
3. Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan peradilan dimana kekuasaan ini menjaga agar Undang-undang, peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan djatuhkanya sanksi pidana terhadap setiap pelanggaran hukum/ Undang-undang.
Mengenai kekuasaan di negara RI menurut ketentuan berdasarkan UUD 1945 dan penjelasannya adalah :
- Kekuasaan eksekutif, dipegang oleh Presiden ;
- Kekuasaan legislatif, dipegang oleh Presiden dan DPR atas persetujaun bersama ;
- Kekuasaan Yudikatif, dipegang oleh Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan lainnya ;
B. Presiden Penyelenggara Tertinggi Pemerintahan Negara
Di dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ditentukan bahwa ”Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Dengan dapat disimpulkan bahwa Presiden adalah Kepala Pemerintahan di Negara RI.
Pendapat Jellinek mengatakan bahwa pemerintahan mengandung dua segi yaitu for mal dan material. Pemerintahan dalam arti formal mengandung kekuasaan mengatur (Verordnungsgewalt) dan keuasaan memutus (Entscheidungsgewalt) sedangkan pemerinahan dalam arti material berisi unsur memerintah dan melaksanakan (das Element der Regierung und das der Vallziehung).
Berdasarkan hal terebut maka dari ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasan pemerintahan itu mengandung juga kekuasaan pengaturan dalam arti membentuk peraturan.
Teori Van Vollen Hoven, pemerintahann (regerings) bisa berarti sebagai lembaga (overheid), dapat pula berarti sesuatu fungsi. Pemerintahan dalam arti luas terdiri empat fungsi, yaitu ketataprajaan (bestuur), pengaturan (regeling), keamanan/ kepolisian (politie) dan peradilan (rechtspraak) . Fungsi yang terakhir ini kemudian dipisahkan adanya wawasan negara berdasarkan hukum (Rechsstaat).
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UUD 1945 Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Presiden RI selain memegang kekuasaan pemerintahan, ia juga penyelenggara tertinggi Pemerintah Negara, yang menjalankan seluruh tugas dan fungsi pemerintahan dalam arti luas menyangkut ketataprajaan, keamanan dan pengaturan.
C. Penyelenggaraan Pemerinahan dan Perundang-undangan
Berpegang kepada pendapat Jellinek dan dihubungkan dengan pendapat Van Vollen Hoven , maka sebenarnya Presiden bertugas menyelenggarakan pemerintahan termasuk pengaturan sehinga dalam menyelenggarakan pemerintahan itu Presiden dapat membentuk peraturan-peraturan perundang-undangan yang diperlukan oleh Presiden yang juga sebagai pemegang kekuasaan pengaturan.
Fungsi pengaturan ini terlihat dalam pembentukan Undang-Undang dengan persetujuan DPR, sesuai dengan pasal 5 ayat (1) UUD 1945, pembentukan Peraturan Pemerintah berdasarkan pasal 5 ayat (2) UUD 1945, Pembentukan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang merupakan peraturan Perundang-undangan yang disebut secara langsung oleh UUD 1945.
D. Presiden berhak mengajukan rencana UU dan memberi persetujuan pembentukan rencana UU
Dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) bahwa : ”Presiden berhak mengajukann rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Sedangkan dalam penjelasan mengenai pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyatakan : ” Kecuali Executive Power, Presiden bersama-sama DPR menjalankan legislative power dalam negara”
Dengan demikian hubungan antara pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dengan penjelasannya, kekuasaan membentuk UU itu ada ada juga di tangan Presiden, karena menurut pasal tersebut Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR, dan DPR disini mempunyai fungsi memberikan persetujuan yang diajukan oleh Presiden.
E. Dewan Perwakilan Rakyat pemberi persetujuan tiap-tiap Rancangan Undang-undang dan juga memegang kekuasaan membentuk Undang -Undang.
Melihat pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) yang isinya bahwa Presiden berhak mengajukan rancngan undang-undang kepada DPR, berarti DPR kedudukannya dalam pembentukan UU memberikan persesetujuan rancangan UU yang diajukan Presiden. Namun berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Selanjutny dalam ayat (2) nya dinyatakan bahwa Setiap rancangan UU di bahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetyjyan bersama . Selaanjutnya dalam ayat (4) menyatakan Presiden mengesahkan rancangan UU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU.
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Sesuai dengan UUD 1945, Indonesia alah suatu negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada umumnya (genus begrip), amun disesuaikan dengan keadaan di Indonesia, dengan menggunakan ukuran baik pandangan hidup maupun pandangan bernegara bangsa Indonesia.
Apabila kita perhatikan pada UUD 1945, di dalamnya ditegaskan bahwa sistem pemerintahan nya adalah :
1. Negara Indonesia adalah Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat) ;
2. Pemerintahan berdasar atas sistem Konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas) ;
3. Kekuasaan Negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gesamte Staatgewalt liegt allein bei der Majelis). Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden).
4. Presiden ialah penyelenggara Pemerintahan negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab ditangan Presiden (concentration of power and responsibility upon the President).
5. Preiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam membentuk Undang-Undang, dan menetapkan APBN harus mendapat persetujuan DPR. Oleh karena itu Presiden harus bekerja sama dengan DPR, tetapi tidak bertangung jawab kepada DPR
6. Menteri Negara adaah pembantu Presiden, tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri tersebut tidak bertnanggung jawab kepada DPR, sehingga kedudukannya tidak tergantung kepada DPR, tetapi tergantung pada Presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator (kekuasaanya tidak tak terbatas).DPR senatiasa dapat mengawasi tindakan-tindakan Presiden
Mengenai kekuasaan dalam Negara, berdasarn ajaran Trias Politica dari Montesquieu dalam bukunya L ’Esprit des Lois (1978) membagi kekuasaan negara kedalam :
1. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membentuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang yang berlaku dalam suatu negara
2. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan Undang-undang atau melaksanakan ketentuan-ketentuan hkum dalam bentuk undang-undang yang berlaku dalam suatu negara ;
3. Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan peradilan dimana kekuasaan ini menjaga agar Undang-undang, peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan djatuhkanya sanksi pidana terhadap setiap pelanggaran hukum/ Undang-undang.
Mengenai kekuasaan di negara RI menurut ketentuan berdasarkan UUD 1945 dan penjelasannya adalah :
- Kekuasaan eksekutif, dipegang oleh Presiden ;
- Kekuasaan legislatif, dipegang oleh Presiden dan DPR atas persetujaun bersama ;
- Kekuasaan Yudikatif, dipegang oleh Mahkamah Agung dan Badan-badan Peradilan lainnya ;
B. Presiden Penyelenggara Tertinggi Pemerintahan Negara
Di dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ditentukan bahwa ”Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Dengan dapat disimpulkan bahwa Presiden adalah Kepala Pemerintahan di Negara RI.
Pendapat Jellinek mengatakan bahwa pemerintahan mengandung dua segi yaitu for mal dan material. Pemerintahan dalam arti formal mengandung kekuasaan mengatur (Verordnungsgewalt) dan keuasaan memutus (Entscheidungsgewalt) sedangkan pemerinahan dalam arti material berisi unsur memerintah dan melaksanakan (das Element der Regierung und das der Vallziehung).
Berdasarkan hal terebut maka dari ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasan pemerintahan itu mengandung juga kekuasaan pengaturan dalam arti membentuk peraturan.
Teori Van Vollen Hoven, pemerintahann (regerings) bisa berarti sebagai lembaga (overheid), dapat pula berarti sesuatu fungsi. Pemerintahan dalam arti luas terdiri empat fungsi, yaitu ketataprajaan (bestuur), pengaturan (regeling), keamanan/ kepolisian (politie) dan peradilan (rechtspraak) . Fungsi yang terakhir ini kemudian dipisahkan adanya wawasan negara berdasarkan hukum (Rechsstaat).
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UUD 1945 Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Presiden RI selain memegang kekuasaan pemerintahan, ia juga penyelenggara tertinggi Pemerintah Negara, yang menjalankan seluruh tugas dan fungsi pemerintahan dalam arti luas menyangkut ketataprajaan, keamanan dan pengaturan.
C. Penyelenggaraan Pemerinahan dan Perundang-undangan
Berpegang kepada pendapat Jellinek dan dihubungkan dengan pendapat Van Vollen Hoven , maka sebenarnya Presiden bertugas menyelenggarakan pemerintahan termasuk pengaturan sehinga dalam menyelenggarakan pemerintahan itu Presiden dapat membentuk peraturan-peraturan perundang-undangan yang diperlukan oleh Presiden yang juga sebagai pemegang kekuasaan pengaturan.
Fungsi pengaturan ini terlihat dalam pembentukan Undang-Undang dengan persetujuan DPR, sesuai dengan pasal 5 ayat (1) UUD 1945, pembentukan Peraturan Pemerintah berdasarkan pasal 5 ayat (2) UUD 1945, Pembentukan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang merupakan peraturan Perundang-undangan yang disebut secara langsung oleh UUD 1945.
D. Presiden berhak mengajukan rencana UU dan memberi persetujuan pembentukan rencana UU
Dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) bahwa : ”Presiden berhak mengajukann rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Sedangkan dalam penjelasan mengenai pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyatakan : ” Kecuali Executive Power, Presiden bersama-sama DPR menjalankan legislative power dalam negara”
Dengan demikian hubungan antara pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dengan penjelasannya, kekuasaan membentuk UU itu ada ada juga di tangan Presiden, karena menurut pasal tersebut Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR, dan DPR disini mempunyai fungsi memberikan persetujuan yang diajukan oleh Presiden.
E. Dewan Perwakilan Rakyat pemberi persetujuan tiap-tiap Rancangan Undang-undang dan juga memegang kekuasaan membentuk Undang -Undang.
Melihat pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) yang isinya bahwa Presiden berhak mengajukan rancngan undang-undang kepada DPR, berarti DPR kedudukannya dalam pembentukan UU memberikan persesetujuan rancangan UU yang diajukan Presiden. Namun berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Selanjutny dalam ayat (2) nya dinyatakan bahwa Setiap rancangan UU di bahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetyjyan bersama . Selaanjutnya dalam ayat (4) menyatakan Presiden mengesahkan rancangan UU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU.
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
POLITIK HUKUM DAN DAN POLITIK PERUNDANG-UNDANGAN
A. Politik Hukum
Peraturan perundang-undangan adalah subsistem dari asas dan kaidah hukum . Oleh karena itu politik per undang-undangan tidak dapat dipisahkan dari politik mengenai asas dan kaidah hukum. Politik mengenai asas dan kaidah hukum itu sendiri merupakan sebagian dari politik yang berkaitan dengan isi (substansi) hukum. Sedangkan politik hukum, selain mengenai isi (asas dan kaidah hukum) juga menyangkut politik yang berkaitan dengan tata cara pembentukan hukum, politik penegakan hukum, politik yang berkaitan dengan sumber daya, sarana dan prasarana hukum.
Berdasarkan pemahaman ini, ada dua hal yang perlu dicatat yakni :
1. Pemahaman mengenai politik hukum itu sendiri.
Memperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam politik hukum, maka politik hukum tidak lain dari kebijaksanaan yang akan dan sedang ditempuh mengenai penentukan isi hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum, beserta segala unsur yang akan menopang pembentukan dan penegakan hukum tersebut.
2. Pemahaman mengenai politik perundang-undangan
Politik perundang-undangan terutama terkait dengan cara-cara penentuan asas dan kaidah perundang-undangan beserta bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan.
Tiada negara tanpa politik hukum. Perbedaannya hanya mengenai tatacara pengelolaannya. Ada negara yang menyusun politik hukumnya secara berencana dan sistematis. Politik hukum semacam ini biasanya dijalankan oleh negara-negara dengan sistem perencanaan (planning states) yang berkehendak menyusun kembali secara menyeluruh tatanan hukum baik karena alasan ideologis atau perubahan sistem politik seperti dari negara jajahan menjadi negara merdeka.
Bagi negara-negara yang telah memiliki sistem hukum yang mapan, dimana asas dan kaidah hukum pokok telah tersusun, telah terdapat suatu tradisi pembentukan dan hukum pokok telah tersusun, telah terdapat sutu tradisi pembentukan dan penegakan hukum yang ”mapan”, politik hukum dijalankan secara lebih sederhana yaitu lebih dikaitkan pada kebutuhan-kebutuhan yang bersifat khusus daripada suatu perubahan hukum pokoknya. Politik hukum negara-negara ini dapat dilakukan melalui program-program tahunan yang mengikuti perubahan kebijaksanaan politik, ekonomi, sosial budaya yang terjadi dari waktu ke waktu.
Berdasarkan perbedaan tersebut , politik hukum dapat dibedakan menjadi :
a. Politik hukum yang bersifat tetap (permanen), berkaitan dengan dengan sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pada setiap penentuan isi,cara pembentukan dan penegakan hukum.
b. Politik hukum yang bersifat temporer, adalah kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu kewaktu selalu sesuai dengan kebutuhan. Termasuk kedalam kategori ini hal-hal seperti penentuan prioritas pembentukan peraturan perundang-undangan, penghapusan sisa-sisa peraturan perundang-undangan kolonial, pembaharuan perundang-undangan di bidang ekonomi, penyusunan peraturan perundang-undangan yang menunjang pembangunan nasional dan sebagainya.
Bagi Indonesia, politik hukum yang tetap, antara lain meliputi :
1). Ada satu kesatuan sistem hukum Indoneia ;
2).Sistem hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi Pancasila dan UUD 1945.;
3). Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga negara tertentu berdasarkan suku, ras dan agama. Kalaupun ada perbedaan sema-mata didasarkan pada kepentingan nasonal dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa ;
4). Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat ;
5). Hukum adat dan hukum tidak teertulis lainnya sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
6).Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat ;
7).Hukum dibentuk dan ditegakan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi seluruh rakyat), terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dan mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi.
B. Politik Perundang-undangan
Telah dikemukakan bahwa politk perundang-undangan merupakan sub sistem dari politik hukum secara keseluruhan. Dengan demikian politik perundang-undangan nasional adalah suatu komponen atau bagian dari politik hukum nasional.
Politik hukum nasional adalah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional untuk mewujudkan suatu kesatuan sistem hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945., yakni suatu sistem yang berisi perangkat hukum, kaidah dan asas hukum, aparat, sarana dan prasarana hukum yang mampu memberiakn perlindungan, mendorong dan menjamin terwujudnya kesejahteraan uum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang demokratis dan mandiri, serta terlaksananya negara berdasarkan asas hukum dan berkonstitusi.
Demikian pula makna dan isi politik perundang-undangan yang akan ditempuh yaitu terciptanya suatu sistem perundang-undangan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mencerminkan secara keseluruhan isi dan tujuan politik hukum nasional tersebut di atas.
Pembangunan hukum nasional meliputi juga pembangunan aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum. Sedangkan pembangunan asas dan kaidah hukum disebut pembangunan materi hukum, meliputi hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.. Peraturan Perundang-undangan termasuk hukum tertulis,
Sejalan dengan tujuan pembangunan sistem hukum nasional, maka setidak-tidaknya terdapat tigasegi pokok sebagai arahan politik perundang-undangan adalah:
(1). Hukum perundang-undangan harus berisi dan sekaligus sebagai instumen untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(2). Hukum perundang-undangan harus berisi dan sekaligus sebagai Instrumen mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis dan mandiri ;
(3). Hukum perundang-undangan harus berisi dan sekaligus sebagai instrumen penyelengaraan negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi, yang bukan saja mengandung berbagai bentuk pembaasan kekuasaan, tetapi juga mencerminkan kepastian hukum, keadilan dan kebenaran
C. ARAH PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
Berdasarkan naskah Pusat Studi Hukum & Kebijaksanaan Indonesia yang ditampilkan di Parlemen tgl 25-Nop. 2004 , bahwa : Arah Pembangunan Hukum Nasional adalah :
a. Plihan Paradigma, yakni perlu pilihan tentang paradigma bagi pembangunan hukum yang lebih jelas yang mengarah pada proses penguatan hak-hak masyarakat sipil an upaya untuk mendukung/ memperkuat proses demokrasi. Hal ini menjadi lebih mungkin untuk dilakukan mengingat kondisi bangsa ini yang sedang berada dalam masa transisi menuju demokrasi.
b. Pembangunan sistem, yakni pembenahan sistem hukum mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan dan sesuai dengan dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia yang semakin cepat. Hukum sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial dan sarana rekayasa sosial dapat berjalan secara beriringan. Sistem hukum tersebut mengacu pada tujuan untuk menciptakan profesionalitas aparat, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi lembaga penegak hukum, serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang asasi.
Arah pembangunan hukum menurut Margarito Ahli Hukum Tata Negara, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan arah pembangunan di bidang lainnya memerlukan penyeresaian. Biarpun arah pembangunan hukum bertitik tolak pada garis-garis besar gagasan dalam UUD 1945, dibutuhkan penyelarasan dengan tingkat perkembangan masyarakat yang dimimpikan akan tercipta pada masa depan.
Pembangunan hukum tidak identik dengan dengan pembangunan undang-undang atau peraturan perundang-undangan. Membentuk undang-undang sebanyak-banyaknya tidaklah berarti membentuk hukum
Aparatus dan kultur hukumlah yang harus dijadikan fokus pembangunan hukum. Ini berarti bahwa pembentukan hukum, tata kelola, tata nilai, orientasi dan mimpi-mimpi tentang hukum harus menjadi prioritas utama.
Agar hukum memiliki kapasitas yang layak dan tata kelolanya berjalan bagus, maka perlu mempertimbangkan penilaian dari Presiden B.J. Habibie, yang secara tepat memandang aspek sara pendukung, termasuk teknologi sebagai bagian yang tdak kalah pentingnya bagi pembangnan hukum.
Dalam pembangunan hukum ini menurut Margarito, juga perlu difokuskan pada pembangunan aparatur hukum yang tabgguh. Polri sudah bergerak ke arah penyelarasan tampilan dengan klaim UUD 1945. Pemberian sanksi dan promosi sejumlah anggota Polri pada Desember 2006 tentu menggembirakan. Disisi lain akan sangat bagus sekali kalau MA juga mengikuti jejak POLRI, Manis pula kalo Kejagung juga melipatgandakan mengawasannya dikuiti dengan pemberian sanksi dan penghargaan yang baik, sebagaimana telah ditunjukkan beberapa bulan yang lalu
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Peraturan perundang-undangan adalah subsistem dari asas dan kaidah hukum . Oleh karena itu politik per undang-undangan tidak dapat dipisahkan dari politik mengenai asas dan kaidah hukum. Politik mengenai asas dan kaidah hukum itu sendiri merupakan sebagian dari politik yang berkaitan dengan isi (substansi) hukum. Sedangkan politik hukum, selain mengenai isi (asas dan kaidah hukum) juga menyangkut politik yang berkaitan dengan tata cara pembentukan hukum, politik penegakan hukum, politik yang berkaitan dengan sumber daya, sarana dan prasarana hukum.
Berdasarkan pemahaman ini, ada dua hal yang perlu dicatat yakni :
1. Pemahaman mengenai politik hukum itu sendiri.
Memperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam politik hukum, maka politik hukum tidak lain dari kebijaksanaan yang akan dan sedang ditempuh mengenai penentukan isi hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum, beserta segala unsur yang akan menopang pembentukan dan penegakan hukum tersebut.
2. Pemahaman mengenai politik perundang-undangan
Politik perundang-undangan terutama terkait dengan cara-cara penentuan asas dan kaidah perundang-undangan beserta bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan.
Tiada negara tanpa politik hukum. Perbedaannya hanya mengenai tatacara pengelolaannya. Ada negara yang menyusun politik hukumnya secara berencana dan sistematis. Politik hukum semacam ini biasanya dijalankan oleh negara-negara dengan sistem perencanaan (planning states) yang berkehendak menyusun kembali secara menyeluruh tatanan hukum baik karena alasan ideologis atau perubahan sistem politik seperti dari negara jajahan menjadi negara merdeka.
Bagi negara-negara yang telah memiliki sistem hukum yang mapan, dimana asas dan kaidah hukum pokok telah tersusun, telah terdapat suatu tradisi pembentukan dan hukum pokok telah tersusun, telah terdapat sutu tradisi pembentukan dan penegakan hukum yang ”mapan”, politik hukum dijalankan secara lebih sederhana yaitu lebih dikaitkan pada kebutuhan-kebutuhan yang bersifat khusus daripada suatu perubahan hukum pokoknya. Politik hukum negara-negara ini dapat dilakukan melalui program-program tahunan yang mengikuti perubahan kebijaksanaan politik, ekonomi, sosial budaya yang terjadi dari waktu ke waktu.
Berdasarkan perbedaan tersebut , politik hukum dapat dibedakan menjadi :
a. Politik hukum yang bersifat tetap (permanen), berkaitan dengan dengan sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pada setiap penentuan isi,cara pembentukan dan penegakan hukum.
b. Politik hukum yang bersifat temporer, adalah kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu kewaktu selalu sesuai dengan kebutuhan. Termasuk kedalam kategori ini hal-hal seperti penentuan prioritas pembentukan peraturan perundang-undangan, penghapusan sisa-sisa peraturan perundang-undangan kolonial, pembaharuan perundang-undangan di bidang ekonomi, penyusunan peraturan perundang-undangan yang menunjang pembangunan nasional dan sebagainya.
Bagi Indonesia, politik hukum yang tetap, antara lain meliputi :
1). Ada satu kesatuan sistem hukum Indoneia ;
2).Sistem hukum nasional dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi Pancasila dan UUD 1945.;
3). Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga negara tertentu berdasarkan suku, ras dan agama. Kalaupun ada perbedaan sema-mata didasarkan pada kepentingan nasonal dalam rangka kesatuan dan persatuan bangsa ;
4). Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat ;
5). Hukum adat dan hukum tidak teertulis lainnya sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
6).Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat ;
7).Hukum dibentuk dan ditegakan demi kesejahteraan umum (keadilan sosial bagi seluruh rakyat), terwujudnya masyarakat Indonesia yang demokratis dan mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi.
B. Politik Perundang-undangan
Telah dikemukakan bahwa politk perundang-undangan merupakan sub sistem dari politik hukum secara keseluruhan. Dengan demikian politik perundang-undangan nasional adalah suatu komponen atau bagian dari politik hukum nasional.
Politik hukum nasional adalah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional untuk mewujudkan suatu kesatuan sistem hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945., yakni suatu sistem yang berisi perangkat hukum, kaidah dan asas hukum, aparat, sarana dan prasarana hukum yang mampu memberiakn perlindungan, mendorong dan menjamin terwujudnya kesejahteraan uum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang demokratis dan mandiri, serta terlaksananya negara berdasarkan asas hukum dan berkonstitusi.
Demikian pula makna dan isi politik perundang-undangan yang akan ditempuh yaitu terciptanya suatu sistem perundang-undangan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mencerminkan secara keseluruhan isi dan tujuan politik hukum nasional tersebut di atas.
Pembangunan hukum nasional meliputi juga pembangunan aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum. Sedangkan pembangunan asas dan kaidah hukum disebut pembangunan materi hukum, meliputi hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.. Peraturan Perundang-undangan termasuk hukum tertulis,
Sejalan dengan tujuan pembangunan sistem hukum nasional, maka setidak-tidaknya terdapat tigasegi pokok sebagai arahan politik perundang-undangan adalah:
(1). Hukum perundang-undangan harus berisi dan sekaligus sebagai instumen untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(2). Hukum perundang-undangan harus berisi dan sekaligus sebagai Instrumen mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis dan mandiri ;
(3). Hukum perundang-undangan harus berisi dan sekaligus sebagai instrumen penyelengaraan negara berdasarkan atas hukum dan konstitusi, yang bukan saja mengandung berbagai bentuk pembaasan kekuasaan, tetapi juga mencerminkan kepastian hukum, keadilan dan kebenaran
C. ARAH PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
Berdasarkan naskah Pusat Studi Hukum & Kebijaksanaan Indonesia yang ditampilkan di Parlemen tgl 25-Nop. 2004 , bahwa : Arah Pembangunan Hukum Nasional adalah :
a. Plihan Paradigma, yakni perlu pilihan tentang paradigma bagi pembangunan hukum yang lebih jelas yang mengarah pada proses penguatan hak-hak masyarakat sipil an upaya untuk mendukung/ memperkuat proses demokrasi. Hal ini menjadi lebih mungkin untuk dilakukan mengingat kondisi bangsa ini yang sedang berada dalam masa transisi menuju demokrasi.
b. Pembangunan sistem, yakni pembenahan sistem hukum mutlak diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan dan sesuai dengan dinamika perubahan sosial politik masyarakat Indonesia yang semakin cepat. Hukum sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial dan sarana rekayasa sosial dapat berjalan secara beriringan. Sistem hukum tersebut mengacu pada tujuan untuk menciptakan profesionalitas aparat, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi lembaga penegak hukum, serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang asasi.
Arah pembangunan hukum menurut Margarito Ahli Hukum Tata Negara, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan arah pembangunan di bidang lainnya memerlukan penyeresaian. Biarpun arah pembangunan hukum bertitik tolak pada garis-garis besar gagasan dalam UUD 1945, dibutuhkan penyelarasan dengan tingkat perkembangan masyarakat yang dimimpikan akan tercipta pada masa depan.
Pembangunan hukum tidak identik dengan dengan pembangunan undang-undang atau peraturan perundang-undangan. Membentuk undang-undang sebanyak-banyaknya tidaklah berarti membentuk hukum
Aparatus dan kultur hukumlah yang harus dijadikan fokus pembangunan hukum. Ini berarti bahwa pembentukan hukum, tata kelola, tata nilai, orientasi dan mimpi-mimpi tentang hukum harus menjadi prioritas utama.
Agar hukum memiliki kapasitas yang layak dan tata kelolanya berjalan bagus, maka perlu mempertimbangkan penilaian dari Presiden B.J. Habibie, yang secara tepat memandang aspek sara pendukung, termasuk teknologi sebagai bagian yang tdak kalah pentingnya bagi pembangnan hukum.
Dalam pembangunan hukum ini menurut Margarito, juga perlu difokuskan pada pembangunan aparatur hukum yang tabgguh. Polri sudah bergerak ke arah penyelarasan tampilan dengan klaim UUD 1945. Pemberian sanksi dan promosi sejumlah anggota Polri pada Desember 2006 tentu menggembirakan. Disisi lain akan sangat bagus sekali kalau MA juga mengikuti jejak POLRI, Manis pula kalo Kejagung juga melipatgandakan mengawasannya dikuiti dengan pemberian sanksi dan penghargaan yang baik, sebagaimana telah ditunjukkan beberapa bulan yang lalu
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
ILMU-ILMU SYARIAH DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENYUSUNAN PERUNDANG-UNDANGAN ;
A. Pengertian Syari’ah
Syari’ah itu merupakan induk dari fiqh, maka sebelum membicarakan. Secra leksikal syari’ah berarti ”jalan ke tempat pengairan” atau ”jalan yang harus diikuti” atau ”tempat lalu air di sungai ”
Kata ”syari’ah” atau yang seakar dengan itu, dapat dijumpai dalam beberapa ayat al Qur’an yakni
1). Surat al Maidah ayat 48
48. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
2). Surat al Syura’ ayat 13
13. Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
3). Al Jasiyah ayat 18
•
18. Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu
Dari ayat al Qur’an tersebut di atas ”agama” ditetapkan Allah untuk manusia yang disebut ”syariat” dalam arti lughawi, karena umat Islam selalu melaluinya dalam kehidupannya di dunia. Kesamaan syariat Islam dengan jalan air adalah dari segi bahwa siapa yang mengikuti syari’ah itu ia akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagaimana Dia menjadikan syari’ah sebagai penyebab kehidupan jiwa manusia
Diantara para ahli hukum Islam memberi definisi kepada syari’ah dengan ”Segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai akhlak”. Dengan demikian syari’ah itu adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah.
Walaupun pada mulanya syari’ah itu diartikan ”agama” sebagaimana disinggung Allah dalam surat al Syura ayat 13, kemudian dikhususkan penggunaannya untuk hukum amaliah . Pengkhususan ini dimaksudkan karena agama pada dasarnya adalah satu dan berlaku secara universal, sedangkan syari’ah berlaku untuk masing-masing umat yan g mungkin berbeda dengan sebelumnya.
B. Kontribusi syari’ah terhadap perunang-undangan
Dengan demikian pengertian ”syari’ah”lebih khusus dari agama. Syari’ah adalah hukum amaliah yang berbeda menurut perbedaan Rasul yang membawanya dan setiap yang datang kemudian memperbaiki dan meluruskan syari’at yang lalu karena generasinya sudah berbeda, situasi dan kondisi umat yang akan menaalkannya juga sudah berbeda, sedangkan dasar agama yaitu tauhid hanya satu yang bersifat universal dan tidak berpengaruh pada waktu dan tempat.
Diantara ulama ada yang mengkhususkan lagi penggunaan kata syari’ah itu dengan ” yang bersangkutan dengan peradilan serta pengajuan perkara kepada mahkamah dan tidak mencakup kepada halal dan haram” Seorang ulama yang bernama Qatadah yang diriwayatkan oleh al Thabari ahli tafsir dan sejarah, menggunakan kata syari’ah kepada hal yang menyangkut kewajiban, hak, perintah dan larangan ; tidak termasuk didalamnya aqidah , hikmah dan ibarat yang tercakup dalam agama. Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah dengan ”hukum-hukum dan aturan-aturan yang dietapkan Allah bagi hambanya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan sesama manusia dan alam sekitarnya”.
Dr. Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa syari’ah ialah ”apa-apa yang ditetapkan Allah melalui lisan Nabi-Nya. Allah adalah pembuat syari’ah yang menyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia”
Oleh karena itu konstribusi dari syaria’ah terhadap perundang-undangan yakni ilmu-ilmu syari’ah memberikan dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat di Indonesia Beberapa contoh yang berkaitan dengan UU No. 1 Th. 1974 tentang perkawinan, UU No. 38 Th. 1991 tentang pengelolaan zakat, UU No. 41 Th. 2004 tentang wakaf dan UU No. 3 Th. 2006 jo. UU No. 7 th. 1989 tentang Peradilan Agama, UU No. 44 Th. 2008 tentang Pornografi dll.
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Syari’ah itu merupakan induk dari fiqh, maka sebelum membicarakan. Secra leksikal syari’ah berarti ”jalan ke tempat pengairan” atau ”jalan yang harus diikuti” atau ”tempat lalu air di sungai ”
Kata ”syari’ah” atau yang seakar dengan itu, dapat dijumpai dalam beberapa ayat al Qur’an yakni
1). Surat al Maidah ayat 48
48. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
2). Surat al Syura’ ayat 13
13. Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
3). Al Jasiyah ayat 18
•
18. Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu
Dari ayat al Qur’an tersebut di atas ”agama” ditetapkan Allah untuk manusia yang disebut ”syariat” dalam arti lughawi, karena umat Islam selalu melaluinya dalam kehidupannya di dunia. Kesamaan syariat Islam dengan jalan air adalah dari segi bahwa siapa yang mengikuti syari’ah itu ia akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagaimana Dia menjadikan syari’ah sebagai penyebab kehidupan jiwa manusia
Diantara para ahli hukum Islam memberi definisi kepada syari’ah dengan ”Segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai akhlak”. Dengan demikian syari’ah itu adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah.
Walaupun pada mulanya syari’ah itu diartikan ”agama” sebagaimana disinggung Allah dalam surat al Syura ayat 13, kemudian dikhususkan penggunaannya untuk hukum amaliah . Pengkhususan ini dimaksudkan karena agama pada dasarnya adalah satu dan berlaku secara universal, sedangkan syari’ah berlaku untuk masing-masing umat yan g mungkin berbeda dengan sebelumnya.
B. Kontribusi syari’ah terhadap perunang-undangan
Dengan demikian pengertian ”syari’ah”lebih khusus dari agama. Syari’ah adalah hukum amaliah yang berbeda menurut perbedaan Rasul yang membawanya dan setiap yang datang kemudian memperbaiki dan meluruskan syari’at yang lalu karena generasinya sudah berbeda, situasi dan kondisi umat yang akan menaalkannya juga sudah berbeda, sedangkan dasar agama yaitu tauhid hanya satu yang bersifat universal dan tidak berpengaruh pada waktu dan tempat.
Diantara ulama ada yang mengkhususkan lagi penggunaan kata syari’ah itu dengan ” yang bersangkutan dengan peradilan serta pengajuan perkara kepada mahkamah dan tidak mencakup kepada halal dan haram” Seorang ulama yang bernama Qatadah yang diriwayatkan oleh al Thabari ahli tafsir dan sejarah, menggunakan kata syari’ah kepada hal yang menyangkut kewajiban, hak, perintah dan larangan ; tidak termasuk didalamnya aqidah , hikmah dan ibarat yang tercakup dalam agama. Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah dengan ”hukum-hukum dan aturan-aturan yang dietapkan Allah bagi hambanya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan sesama manusia dan alam sekitarnya”.
Dr. Farouk Abu Zeid menjelaskan bahwa syari’ah ialah ”apa-apa yang ditetapkan Allah melalui lisan Nabi-Nya. Allah adalah pembuat syari’ah yang menyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia”
Oleh karena itu konstribusi dari syaria’ah terhadap perundang-undangan yakni ilmu-ilmu syari’ah memberikan dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat di Indonesia Beberapa contoh yang berkaitan dengan UU No. 1 Th. 1974 tentang perkawinan, UU No. 38 Th. 1991 tentang pengelolaan zakat, UU No. 41 Th. 2004 tentang wakaf dan UU No. 3 Th. 2006 jo. UU No. 7 th. 1989 tentang Peradilan Agama, UU No. 44 Th. 2008 tentang Pornografi dll.
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah
Langganan:
Postingan (Atom)