Cari Blog Ini

Kamis, 12 April 2012

Minimnya sosialisasi yang dilakukan DSI Kota Subulussalam membuat pengetahuan Hukum masyarakat terhadap qanun qanun syaraiah dikota ini sangat rendah

Salah satu faktor mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat. Yang dimaksud disini adalah kesadaranya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Peningkatan kesadaran hukum warga masyarakat seyogianya dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar perencanaan yang mantap. Penyuluhan hukum bertujuan agar warga masyarakat mengetahui dan memahami hukum-hukum tertentu.
Di Aceh meski penegak utama hukum pidana bernuansa Syariah di Aceh adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), khususnya Wilayatul Hisbah (WH), masyarakat juga diberikan peranan untuk mencegah terjadinya jarimah minuman Khamar dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Peranserta masyarakat tersebut tidaklah dalam bentuk main hakim sendiri.
Warga sipil berperan langsung dalam menegakkan Perda-perda bernuansa Syariah, diantaranya adalah peranan yang secara jelas ditetapkan dalam Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya sebagai berikut:
1. Masyarakat berperan serta dalam upaya pemberantasan Minuman Khamar dan Sejenisnya. Masyarakat wajib melapor kepada pejabat yang berwenang baik secara lisan maupun tertulis apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap larangan Minuman Khamar dan sejenisnya.
2. Wujud peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah melapor kepada pejabat yang berwenang terdekat, apabila mengetahui adanya perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai Pasal 7.
3. Dalam hal pelaku pelanggaran tertangkap tangan oleh warga masyarakat, maka pelaku beserta barang bukti segera diserahkan kepada pejabat yang berwenang.
4. Pejabat yang berwenang wajib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan kepada pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau orang yang menyerahkan pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
5. Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 apabila lalai dan/atau tidak memberikan perlindungan dan jaminan keamanan dapat dituntut oleh pihak pelapor dan/atau pihak yang menyerahkan tersangka.
Masyrakat Kota Subulussalam pada umumnya belum begitu mengetahui tentang keberadaan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang minuman Khamar dan Sejenisnya, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan hukum masyarakat kota subulussalam terhadap qanun ini sangatlah rendah,terlebih-lebih lagi mengenai peran yang diamanahkan qanun ini kepada masyarakat. Karena pada dasarnya pengetahuan hukum masyarakat akan dapat diketahui bila diajukan seperangkat pertanyaan mengenai pengetahuan hukum tertentu. Pertanyaan dimaksud, dijawab oleh masyarakat itu dengan benar sehingga kita dapat mengatakan bahwa masyarakat itu telah mempunyai pengetahuan hukum yang benar.
Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Syaraiat Islam kota Subulussalam terhadap qanun ini telah membuat kebanyakan masyarakat kota Subulussalam tidak mengetahui tentang peran mereka dalam mengawal setiap qanun Syariah di Subulussalam, sehingga masyarakat merasa bahwa penegakan Qanun Syariah sepenuhnya menjadi tanggung jawab WH.
Selama ini Dinas Syariat Islam telah melakukan sosialisasi terhadap Qanun Nomor 12 tahun 2003 di Kota Subulussalam, namun hasilnya kurang begitu maksimal, karena sosialisasi hanya dilakukan dalam bentuk seminar-seminar akan bahaya Minuman Keras dan Narkoba di tingkat Kota Subulussalam dan sekolah-sekolah menengah atas, hal ini tentunya membuat masyarakat tidak faham mengenai perannya karena mengingat sebagian besar masyarakat Kota Subulussalam adalah petani yang keseharianya berada di ladang atau kebun milik mereka.
Seharusnya Dinas Syariat Islam langsung terjun ke masyarakat untuk mensosialisaikan qanun ini, mengingat Kota Subulussalam yang hanya terdiri dari lima kecamatan dengan jumlah penduduk 60.298 jiwa , hal ini tentu sedikit lebih ringan bila dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lainya di Aceh. Sehingga masyarakat bisa tahu dan tanggap dengan konndisi yang ada, karena selama ini masyarakat juga merasa takut untuk meloporkan suatu pelanggaran kepada yang berwajib, hal ini tentunya akibat dari kurangnya sosialisasi mengenai Qanun Nomor 12 ini, karena dalam pasal 13 Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya telah di jelaskan bahwa “pejabat yang berwenang wajib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan kepada pelapor” dengan demikian masyarakat nantinya diharapkan bisa melaporkan setiap pelanggaran kepada pihak yang berwajib tanpa ada rasa takut atau merasa keamananya terganggu.
Supaya hukum benar-benar dapat mempengaruhi perikelakuan warga masyarakat, maka hukum itu harus disebarkan seluas mungkin sehingga melembaga dalam masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu, merupakan salah satu syarat bagi penyebaran serta pelembagaan hukum.
Komunikasi hukum tersebut dapat dilakukan secara pormal, yaitu melalui suatu cara terorganisasikan dengan resmi. Disamping itu, ada juga tata cara informal yang tidak resmi sifatnya. Inilah yang merupakan salah satu batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana pengubah dan pengatur perikelakuan. Ini semua termasuk apa yang dikatakan disfusi yaitu penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan tertentu di dalam masyarakat yang bersangkutan.
Difusi hukum bersangkut paut dengan bagaimana hukum menyebar dalam masyarakat dan kemudian diketahui oleh warganya. Kiranya salah satu alat difusi yang utama adalah penerangan melalui ceramah-ceramah secara berkala ataupun tak berkala. Ceramah-ceramah tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, umpamanya melalui radio atau televise. Selain dari upaya-upaya tersebut, penerangan dapat dilakukan dengan tulisan-tulisan seperti surat kabar, majalah-majalah atau dengan selebaran.


Daftar Pustaka
Penerapan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan sejenisnya di wilayah hukum Kota Subulussalam "skripsi" FSH UIN Jakarta 2011

Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah

Minimnya Perhatian Pemerintah Kota subulussalam terhadap Penegakan Syaraiah di Kota ini.

Sarana atau fasilitas amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu, apakah aparat penegak hukum sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana fisik yang memadai, khususnya alat-alat tegnologi modern dalam rangka sosialisasi hukum dan mengimbangi kecendrungan-kecendrungan penyimpangan sosial masyarakat, termasuk ketersediaan sarana dan prasarana tempat menjalani pidana dan seterusnya.
Dukungan pemerintah Kota Subulussalam dalam menegakkan Qanun Nomo 12 Tahun 2003 di Kota Subulussalam sangatlah berperan besar guna untuk menunjang keberhasilan penerapan Qanun Nomor 12 ini, karena sampai saat ini kendala yang dihadapi WH dalam menegakkan Qanun Nomor 12 ini dikarenakan keterbatasan dana guna untuk menunjang operasional WH.
Menurut Nurdiati Saputri SH.I, Kasubag Tata Usaha Wilayatul Hisbah Kota Subulussalam, salah satu kendala yang mereka hadapi untuk mengontrol masyarakat dilapangan adalah keterbatasan dana sedangkan wilayah yang mereka awasi cukuplah luas dengan personil yang terbatas, saat ini anggota WH Kota Subulussalam berjumlah 40 personil dengan satu unit mobil patroli, karena menurut Nurdiati, WH hanya di tempatkan di Kota Subulussalam, beda halnya dengan kepolisian yang ada disetiap kecamatan, jadi kami harus berpatroli di lima kecamatan di Kota Subulussalam yang kami lakukan minimal dua kali dalam seminggu.
Berikut ini adalah kekurangan-kekurangan sarana/fasilitas WH Kota Subulussalam;
1. Belum memiliki kantor yang tetap.
2. Belum memiliki Pos di setiap kecamatan.
3. Kekuranagn kendaraan patroli.
4. Kekurangan personil WH.
Seharusnya para anggota WH tidak hanya ditempatkan di Kota Subulussalam, penempatan para anggota WH di tingkat kecamatan-kecamatan bahkan sampai ketingkat pedesaan sebagaimana yang telah dilakukan dikabupaten lainnya di Aceh seperti di Bireun Aceh Utara. Hal ini sangat diperlukan guna untuk mengefektifkan qanun-qanun syariah di Kota Subulussalam, tentunya kerja sama serta perhatian pemerintah sangat dbutuhkan supaya WH Kota Subulussalam dapat bekerja menjai lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

Penerapan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya di wilayah Hukum Kota Subulussalam "Skripsi" FSH UIN Jakarta 2011

Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah

Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam "Jalan ditempat"

Penegakan Suatu Qanun juga tidak akan bisa berjalan dengan baik apabila minimnya pengawasan terhadap instansi-insatnsi yang terkait dalam hal ini Dinas Syariat Islam dan Wilayatul Hisbah, dalam hal ini Ust.Yusman Afrianto, salah satu tokoh masyarakat dan da’i perbatasan Kota Subulussalam mengatakan bahwa, pengawasan terhadap program kerja Dinas Syariat Islam di Subulussalam sangat kurang dan bahkan boleh dikatakan hampir tidak ada, sehingga hal ini sangat merugikan dan bahkan menjadi beban bagi pemerintah kota Subulussalam, baik dari segi anggaran maupun sosial karena belum menghasilkan perubahan yang positif di tengah-tengah masyarakat.
Pada dasarnya Dinas Syariat Islam bertanggung jawab atas penyelenggaraan Syariat Islam di Subulussalam. Untuk itu, sejatinya Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam harus mampu memainkan peran strategis sebagai lembaga yang berperan mengakomodir dan mensosialisasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan kualitas keislaman di kota ini.
Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam terkesan jalan di tempat dan tak tentu arah, sehingga tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat, saat ini salah satu program dari Dinas Syariat Islam yaitu penempatan para da’i di sejumlah desa yang membutuhnkan juga sedang dalaam keadaan tidak berjalan, hal ini disebabkan ketidak jelasan dari pemerintah Kota Subulussalam, karena para da’i yang ada di Subulussalam saat ini adalah da’i dari Dinas Syariat Islam Provinsi, sehingga mengenai kelanjutanya tergantung kepada permohonan dari pemerintah kabupaten/ kota di Aceh, untuk subulussalam sendiri, pemerintah kota Subulussalam melalui Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam belum memberikan kepastian mengenai keberadaan para da’i tersebut, sedangkan kehadiran para da’i di desa sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Saat ini da’i perbatasan di Subulusslam berjumlah 7 orang dari 12 orang sebelumnya, keberadaan mereka juga tidak menentu terkadang ada di desa tempat mereka bertugas tapi tidak jarang juga mereka pergi dan meninggalkan tempat kerjanya begitu saja, hal ini di sebabkan karena mereka tidak memiliki status yang jelas mengenai pekerjaanya, sehingga merekapun sering pergi guna untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari apa lagi para da’i tersebut sebagian besar juga sudah berumah tangga,sehingga yang terjadi di desa binaanya adalah kepakuman, seperti terhentinya belajar agama anak-anak desa, pengajian remaja, ibu-ibu, dan bapak-bapak, hal ini tentunya akan mempengaruhi terhadap kesuksesan penerapan Syariat Islam itu sendiri.
Penempatan orang yang tidak berkompeten di bidangnya di Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam merupakan salah satu penyebab tidak efektifnya penerapan Qanun-qanun Syariah khususnya Qanun Nomor 12 taahun 2003 di Subulussalam. Hal ini tentu saja menghambat program kerja Dinas Syariat Islam itu sendiri, seperti penempatan kepala bidang pembinaan pendidikan dayah, yang dimana orang menangani bidang ini bukanlah orang yang memilki latar belakang pendidikan sama sekali, sehingga wajar kalau kebanyakan dayah/pesatren di Kota subulussalam banayak yang kalah bersaing dengan sekolah-sekolah umum dan bahkan ada yang tutup seperti halnya Pondok Pesanten Al-Ikhlas yang berada di Desa Penanggalan, Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam, sebenarnya jauh sebelumnya Rasulullah SAW juga telah mengingatkan akan bahaya hal itu melalui sabdanya :
Tunggu saat kehancuran, apabila amanat itu disia-siakan. Para sahabat serentak bertanya “ Ya Rasulullah, apa yang dimaksud menyia-nyiakan amanah itu?” Nabi SAW menjawab: “ Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancuran” (HR. Bukhari)

Penempatan orang yang bukan ahlinya di Dinas Syariat Islam ini juga diakui oleh salah seorang staf di Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam yang menyatakan bahwa keberadaan orang-orang yang seharusnya tidak pantas berada di Dinas Syariat Islam, tapi kenyataannya mereka berada di Dinas Syariat Islam yang menyebabkan Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam cenderung jalan di tempat dan belum bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat saat ini.
Hal diatas sangat disayangkan mengingat harapan masyarakat yang begitu besar terhadap keberadaan Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam untuk dapat memberikan perubahan yang fositif di masyarakat.

Daftar Pustaka
Penarapan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya di Wilayah Hukum Kota Subulussalam "Skripsi" FSH UIN Jakarta

Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah

Kenapa Minuman Pola (Tuak) Masih Mudah ditemukan di Subulussalam ..???

Minuman tradisional Pola (Tuak) juga banyak dijumpai di warung-warung kopi dan kolam pancing di Subulussalam, minuman tuak ini adalah hasil dari produksi lokal dan ada juga yang di datangkan dari daerah tetangga yakni Sidikalang Sumatra Utara, sangat disayangkan lagi bahwa minuman tuak ini juga banyak di gemari remaja dan bahkan anak sekolah sekalipun, seperti yang dikatakan oleh Zendri , pemuda kota Subulussalam yang baru saja menyelesaikan studi SMA sebagai berikut:
“Disini banyak kok bang anak-anak sekolah setingkat SMA pada minum pola, bahkan saya juga dulu begitu kalau sehabis pulang sekolah kita sering beli pola lalu minum bersama di pinggir kali”

Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa banyaknya pelanggarang terhadap Qanun Nomor 12, tapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa para penjual itu masih tetap ada, Apa yang membuat mereka tetap bisa menjual minuman Khamar.
Dari hasil wawancara peniliti dengan WH Kota Subulussalam, peneliti mendapatkan jawaban bahawa sebab kenapa para penjual Minuman Khamar dan Sejenisnya tetap ada di Subulusssalam dikarenakan para penjual memiliki deking, dimana para WH sendiripun kesulitan untuk memberantasnya, WH tidak bersedia untuk menyebutkan siapa yang menjadi deking bagi para penjual minuman tersebut.
“Setiap kali kami razia pasti yang penjual minuman itu tidak ada, tapi nanti setelah selesai rajia pedagang itupun pasti ada lagi, gak tau siapa yang bocorin setiap kali kami rajia kepada pedagang itu (Bahrudin padang, anggota WH Kota Subulussalam.”

Disinilah kelemahan para anggota WH, mereka kurang begitu ditakuti oleh para pelanggar-pelanggar qanun, beda halnya seperti anggota dari kepolisian,yang memiliki senjata, terlebih-lebih kalau anggota WH tersebut adalah temanya atau mungkin saudaranya, hal inilah yang membuat susahnya menegakkan Qanun syariah khususnya Qanun Nomor 12 tahun 2003 di Kota Subulussalam.

Daftar Pustaka

Penegakan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya di wilayah Hukum Kota Subulussalam "Skripsi" FSH UIN Jakarta 2011
Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah

Peran Wilayatul Hisbah Dan Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam Dalam Menegakkan Qanun Nomor 12 Tahun 2003

Kasus minuman Khamar merupakan bagian dari penegakan Syariah Islam di Aceh. Asumsi munculnya larangan ini lebih kepada bahwa minuman keras akan merusak jiwa dan raga individu bahkan merusak kehidupan publik. Dalam ketiksadaranya, pelaku ini akan merugikan dan bisa berbahaya, namun kasus minuman keras jarang terlihat. Polisi Syariat lebih banyak menemukannya bergandengan dengan perjudian dan perbuatan mesum disuatu tempat dalam acara pesta tertentu.Sehingga kasus ini menjadi satu kesatuan.
Penerapan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya di Kota Subulussalam telah berjalan selama lebih kurang delapan tahun,dimulai sejak Subulussalam masih dalam bagian dari Kabupaten Aceh singkil sampai dengan di bentuknya pemerintahan Kota Subulussalam pada tanggal 2 januari tahun 2007.
Namun dalam prakteknya dilapangan, Qanun Nomor 12 ini belum mampu menjawab dan menyelesaikan semua permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat kota Subulussalam. Sehingga masyarakatpun banyak mempertanyakan fungsi dari keberadaan Wilayatul Hisbah dan Dinas Syariat Islam Kota Subulussalam sebagai instansi yang mengawasi penegakan qanun di kota ini.
Bedasarkan observasi dilapangan yang peneliti lakukan, bahwa salah satu faktor yang menyebabkan tidak efektifnya pemberlakuan Qanun Nomor 12 tahun 2003 di Kota Subulussalam adalah ketidak siapan Dinas Syariat Islam dan WH kota Subulussalam dalam mengemban fungsinya sebagai pengawas dan penegak Qanun di kota ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak ada satupun kasus yang berhasil ditangani pada tahun 2010, padahal tingkat pelanggaran terhadap Qanun Nomor 12 tahun 2003 di kota Subulussalam cukup tinggi.
Menurut Tgk,Wilada Sastra S.Sos.I, ketua Rabitah Thaliban Aceh (RTA) cabang Subulussalam dan pemerhati Syariat Islam Kota Subulussalam, menyatakan bahwa WH kurang menjalin kordinasi yang baik dengan pihak Kepolisian, sehingga mereka saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan dilapangan, seharusnya, WH maupun Kepolisian bekerja sama dalam mengawal penerapan Qanun Nomor 12 dan saling merasa bertanggung jawab.
Selama ini, WH hanya bekerja sendiri dalam memberantas minuman keras walaupun dalam prakteknya setiap WH melakukan razia dilapangan selalu di damping dari pihak kepolisian, namun itu tidak lebih hanya sekedar formalitas saja, karena pada kenyataanya apabila ada pelanggaran terhadap Qanun Nomor 12 ini pihak kepolisian tidak menanggapinya dan berdalih bahwa kami tidak punya wewenang untuk menindaknya. Ditambah lagi WH terkesan tebang pilih dalam menindak pelaku pelanggaran terhadap qanun syaraiah di Kota Subulussalam.
Melihat kondisi seperti itu, maka masyarakatpun memiliki keinginan untuk membuat suatu organisasi masyarakat yang tidak ubahanya seperti FPI yang ada dipulau Jawa saat ini, hal ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap WH Kota Subulussalam yang tidak bisa diharapkan untuk mengendalikan pelanggaran-pelanggaran qanun syariah di Subulussalam.
Wilayatul Hisbah adalah penegak hukum yang di bentuk untuk mengawasi penerapan qanun di Aceh, di Subulussalam sendiri WH berada satu naungan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Memang dalam penempatanya tidak harus satu naungan dengan Dinas Syariat Islam, karena hal itu tergantung kepada kebijakan dari pemerintah kabupaten/ kota di Aceh, yang menjadi masalah sekarang ini adalah mengenai perekrutan anggota WH itu sendiri, dimana dalam perekrutanya belum ada standar yang menjadi acuan mengenai kriteria calon anggota WH. Sehingga sering sekali timbul masalah dimana penegak syariat malah melanggar syariat itu sendiri, hal inilah yang menjadi salah satu kendala dalam penegakan Qanun Nomor 12 di Kota Subulussalam.
Minimnya pembekalan dan ditambah dangkalnya pemahaman terhadap Syariat Islam telah membuat anggota WH Subulussalam kurang optimal dalam melaksanakan tugasnya dan bahkan tidak menutup kemungkinan mencoret nama baik WH itu sendiri yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat.
Sebenarnya sudah tidak rahasia umum lagi kalau anggota WH juga malah melanggar apa yang seharusnya mereka tegakkan, hal ini dikatakan oleh salah seorang anggota WH kepada peneliti yang tidak mau disebutkan namanya bahwa:
“bagaimana mungkin WH menangkap orang yang minum-minuman keras, sedangkan WH sendiri juga melakukanya.”

Hal ini menunjukan bahwa minimnya pengetahuan anggota WH terhadap Syariat itu sendiri, seaharusnya standarisasi perekrutan WH di Subulussalam harus dilakukan, sehingga kedepanya para anggota WH memang benar-benar berkompten dibidangnya sebagai penegak Qanun syariah diHamzah Fansuri Kota Subulussalam.

Daftar Pustaka
Problematika Penerapan Qanun Nomor 12 Tahun 2003 tentang minuman khamar dan sejenisnya di wilayah hukum kota Subulussalam. Skripsi UIN Jakarta 2011


Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah