Cari Blog Ini

Kamis, 12 April 2012

Wilayatul Hisbah Sebagai Penegak Utama Hukum yang Bernuans Syariah di Aceh

Wilayatul Hisbah (yang selanjutnya disebut WH) merupakan perangkat yang memiliki tugas dan kewajiban untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Keberadaannya diatur dengan qanun serta keputusan gubernur yang telah memberikan wewenang penuh kepada aparatur penegak syariat ini untuk melaksanakan seluruh proses pengawalan secara penuh dan tanpa ragu ragu.
Gubernur, Bupati/Walikota dan Camat di Aceh, sebagaimana entitas administratif lainnya di Indonesia, dapat membentuk Satpol PP untuk menegakkan peraturan terkait dengan“ketertiban publik dan ketentraman masyarakat.” UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) secara khusus memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah Aceh untuk membentuk unit WH yang bertanggung jawab menerapkan hukum Syariah sebagai bagian dari Satpol PP. Petugas-petugas Satpol PP lainnya sesekali mengadakan patroli dan operasi bersama dengan rekan-rekannya di WH.
Semua petugas WH memiliki wewenang untuk “menegur dan menasihati, memperingatkan, dan memberikan bimbingan moral” kepada orang-orang yang mereka curigai melanggar hukum Syariah di Aceh, memberitahu pihak berwenang yang sesuai tentang kemungkinan adanya pelanggaran hukum Syariah, dan memfasilitasi penyelesaian pelanggaran Syariah melalui tata cara atau hukum adat. Petugas WH yang telah diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memiliki wewenang tambahan, yaitu menangkap dan menahan orang-orang yang dituduh melakukan pelanggaran Syariah tertentu, hingga 24 jam dan mengadakan penyelidikan seperti layaknya polisi atas dugaan pelanggaran Syariah, termasuk mendapatkan testimoni dari saksi mata dan memerintahkan pemeriksaan medis.
Keputusan Gubernur No. 1 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Wilayatul Hisbah, yang secara resmi membentuk WH, mengatur peran WH sebagai sumber panduan dan nasihat spiritual bagi masyarakat Aceh. Qanun Nomor 12 Tahun 2003 yang mengatur tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya, memberikan wewenang kepada WH untuk memberi peringatan dan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku sebelum menyerahkan laporannya kepada penyidik. Perda ini tidak memberikan wewenang kepada petugas WH untuk menangkap tersangka, melainkan menyerahkan mereka kepada Kepolisian Daerah (Polda) atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) jika perilaku mereka tidak berubah.

Daftar Pustaka

http://arsipkorankita.blogspot.com/2010/04/mahasiswa-nilai-pengawasan-syariat.html (diakses pada tanggal 10 Mei 2011) .
Undang-undang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 244(1). Sejumlah pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia telah membentuk Satpol PP. Mereka terpisah dari Kepolisian dan diberdayakan untuk menegakkan peraturan-peraturan administratif terkait ketertiban dan keamanan publik dan biasanya diberdayakan untuk mengumpulkan pajak daerah dan untuk menegakkan ketertiban publik setempat.
Undang-undang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 244(2). Walaupun pasukan WH Aceh awalnya dibentuk di bawah otoritas Dinas Syariat Islam, WH kemudian disatukan dengan Satpol PP.
Human Rights Watch, Menegakkan Moralitas, Pelanggaran dalam Penerapan Syariah di Aceh, Indonesia. http://www.hrw.org/fr/node/94464/section/6
Pasal 17 ayat 2 Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya

Ali Geno Brt Putra Kuta Tengah

1 komentar:

  1. ass wr wb.. Salam sejahtera. Pak sy mau nanya, siapa kira-kira yang bisa sy kontak via email atau telepon perwakilan dari Wilayatul Hisbah ini. karena sy tertarik untuk konsultasi. dan teman-teman saya ingin membuat dokumenter film tentang wilayatul hisbah ini karena mereka sangat tertarik. Mhn di bls pak

    BalasHapus